Sleman, IDN Times – Nyawa di antara hidup dan mati pernah dirasakan Ismail Komar pada medio 2015-2018. Bahkan dua kali ia mengalaminya. Selama penyakit diabetes, paru, lever dan jantung menyerangnya.
“Mau pindah alam itu bikin saya ketakutan. Gelap pol. Lihat arwah gentayangan ya baru itu,” kenang Komar saat mengisahkan kembali awal sebelum merintis usaha warung kopi Waw dalam sarasehan Manajemen Bisnis Kopi dalam rangka Milad Dua Tahun Komunitas Kagama Ngopi (KKN) di halaman Laboratorium Agrokompleks Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sleman, 15 Februari 2020.
Dalam ketakutan itu, ia teringat betapa dulu dia tampil gagah. Dan kemudian terbujur di ambang maut. Doa pun dirapal kepada Sang Khalik.
“Saya cuma minta, tolong pulangin saya. Ingin berbuat baik saja,” kata Komar.
Dan ia tak berencana upaya berbuat baik kepada sesama itu diberi jalan lewat kopi. Lantaran kopi pula yang menjadi perantara bagi Komar untuk menuju kesembuhan lewat terapi rutin. Tak sedikit yang kemudian tertarik mencoba kopi olahannya untuk pulih dari penyakit.
Saat terjun di dunia kopi, Komar malah tak memikirkan untung rugi bisnisnya. Dia hanya ingin warkopnya berkembang.
“Orang bisa sehat dan hemat. Gak perlu babak belur seperti saya,” kata Komar.
Doa pun terkabul. Berawal dari rumahnya di Lampung, kini warkopnya sudah berkembang menjadi 116 gerai. Terrmasuk di Yogyakarta.