Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Ilustrasi driver ojek online. (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Intinya sih...

  • Istilah 'mitra' sering digunakan untuk menghindari kewajiban tanggung jawab aplikator.

  • Status pekerja memberi jaminan hak-hak dari operator aplikasi bagi pengendara ojol.

  • Negara lain telah menaikkan status pengemudi ojol sebagai pekerja.

Yogyakarta, IDN Times - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menilai model kemitraan yang dijalin antara pengemudi ojek online (ojol) dan operator aplikasi sangat rentan dimanfaatkan untuk menghindari tanggung jawab sosial penyedia layanan.

"Sering kali kami mendapat laporan dari bawah, bagaimana sikap kesewenang-wenangan, ketidakadilan, pendapatan yang kecil, jam kerja tidak menentu, tidak ada perlindungan dengan status kemitraan ini," kata Ketua Umum DPP KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat.

1. Kemitraan yang bikin kurang transparan

Ketua Umum DPP KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Penggunaan istilah atau status 'mitra' sering digunakan untuk menghindari kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawab aplikator. Kekhawatiran mengenai kurangnya transparansi dalam hubungan antara perusahaan aplikasi dan ojol, menurut KSPSI, tercermin salah satunya soal bagaimana kondisi penghasilan aplikator dan penghasilan yang dikeluarkan untuk mitra.

"Jangankan itu, pemerintah mungkin tidak pernah tahu, berapa juta orang yang bekerja di sektor ini," kata Jumhur.

Dia mencontohkan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jumlah pengemudi ojol bisa saja mencapai ribuan, tapi tak diketahui berapa angka pastinya.

"Itu perkiraan semua karena tidak ada laporan dan tidak dipaksa untuk melaporkan berapa jumlahnya, sehingga kami mendorong para driver ini dapat berstatus sebagai pekerja dengan fleksibilitas dan hak-hak dasar," kata Jumhur.

2. Sudah waktunya naik status jadi pekerja

ilustrasi driver ojek online (unsplash.com/Afif Ramdhasuma)

Jumhur pun berpendapat bahwa sudah saatnya status pengendara ojol di Indonesia naik sebagai pekerja, karena ini akan menjadi jaminan bagi mereka memperoleh hak-haknya dari operator aplikasi tempat mereka bernaung. Sejumlah negara telah menetapkan pengemudi ojol yang sebelumnya sebagai mitra platform digital sektor transportasi bisa naik statusnya sebagai pekerja. Seperti di Inggris dan Spanyol pada 2021 lalu.

Sementara di Indonesia, menurut Jumhur, belasan tahun aplikasi ojek online tumbuh dan berkembang sampai hari ini belum ada kejelasan arah status buat para pengemudi ojol.

"Dengan status pekerja, para driver ojol hak-haknya akan lebih jelas termasuk perlindungan dan jaminan sosial," kata Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI itu.

3. Pekerja dengan fleksibilitas tinggi

ilustrasi driver ojek online (unsplash.com/Afif Ramdhasuma)

Dalam pertemuan organisasi buruh sedunia (ILO) yang dihadiri Jumhur belum lama ini, delegasi dari 187 negara menyatakan semua serikat buruh setiap negara menyepakati bahwa mereka yang bekerja pada platform digital transportasi diklasifikasikan sebagai pekerja dengan fleksibilitas tinggi.

Jumhur menjelaskan, hal itu dapat diartikan mereka yang bekerja pada platform digital transportasi bukan pekerja seperti pada umumnya dengan aturan datang pagi, kerja delapan jam sehari atau pensiun di usia tertentu. Mereka yang disebut sebagai pekerja rata-rata menerima gaji bulanan. Tapi, tegas Jumhur, sebenarnya itu cuma persoalan teknis pembayaran.

"Di luar negeri kerja itu dibayar per jam, soal mau ditransfer per bulan, per jam atau per hari itu urusan teknis," ujarnya.

Jumhur menambahkan, ada 12 undang-undang yang meregulasi dan melindungi pekerja. Bagi pengendara ojol itu semua bisa berlaku apabila statusnya sebagai pekerja.

"Aturan itu untuk platform digital sangat bisa berubah, yang pasti hak-hak dasar mereka setelah menyandang status pekerja harus ada," katanya.

Bagi Jumhur, sudah semestinya para ojol bisa memiliki perlindungan, tabungan, masa depan, jaminan bisa menyekolahkan anak dan hari tua. Sebagai bangsa seharusnya meningkatkan peradaban dan tak membiarkan sesamanya untuk sebatas hidup atau cari makan.

Maka dari itu, Jumhur pun anti pada stigma yang mengatakan bahwa para ojol ini masih beruntung karena bisa bekerja dengan status mitra ini.

"Tidak sepantasnya jika masih ada pihak mengatakan 'syukurlah masih ada aplikator, sehingga bisa bekerja'," ucapnya.

Editorial Team