ilustrasi driver ojek online (unsplash.com/Afif Ramdhasuma)
Dalam pertemuan organisasi buruh sedunia (ILO) yang dihadiri Jumhur belum lama ini, delegasi dari 187 negara menyatakan semua serikat buruh setiap negara menyepakati bahwa mereka yang bekerja pada platform digital transportasi diklasifikasikan sebagai pekerja dengan fleksibilitas tinggi.
Jumhur menjelaskan, hal itu dapat diartikan mereka yang bekerja pada platform digital transportasi bukan pekerja seperti pada umumnya dengan aturan datang pagi, kerja delapan jam sehari atau pensiun di usia tertentu. Mereka yang disebut sebagai pekerja rata-rata menerima gaji bulanan. Tapi, tegas Jumhur, sebenarnya itu cuma persoalan teknis pembayaran.
"Di luar negeri kerja itu dibayar per jam, soal mau ditransfer per bulan, per jam atau per hari itu urusan teknis," ujarnya.
Jumhur menambahkan, ada 12 undang-undang yang meregulasi dan melindungi pekerja. Bagi pengendara ojol itu semua bisa berlaku apabila statusnya sebagai pekerja.
"Aturan itu untuk platform digital sangat bisa berubah, yang pasti hak-hak dasar mereka setelah menyandang status pekerja harus ada," katanya.
Bagi Jumhur, sudah semestinya para ojol bisa memiliki perlindungan, tabungan, masa depan, jaminan bisa menyekolahkan anak dan hari tua. Sebagai bangsa seharusnya meningkatkan peradaban dan tak membiarkan sesamanya untuk sebatas hidup atau cari makan.
Maka dari itu, Jumhur pun anti pada stigma yang mengatakan bahwa para ojol ini masih beruntung karena bisa bekerja dengan status mitra ini.
"Tidak sepantasnya jika masih ada pihak mengatakan 'syukurlah masih ada aplikator, sehingga bisa bekerja'," ucapnya.