Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
 Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025).
Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Intinya sih...

  • Keluarga besar UII menggelar aksi solidaritas menuntut pembebasan alumnusnya, Muhammad Fakhrurrozi alias Paul, yang ditangkap atas dugaan penghasutan demo di Kediri.

  • Guru besar UII menilai penangkapan aktivis sebagai tanda kemunduran demokrasi, sementara Warek UII yakin Paul berakal sehat dan hanya menyuarakan keadilan.

  • UII menyampaikan lima tuntutan, termasuk pembebasan aktivis, transparansi hukum, serta pembentukan Tim Reformasi Kepolisian.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025).

Paul atau Muhammad Fakhrurrozi, adalah alumnus Fakultas Hukum UII. Dia ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan dugaan penghasutan aksi demonstrasi berujung ricuh di Kediri, Jawa Timur, 30 Agustus 2025 lalu.

Adapun aksi di UII berlangsung di Selasar Gedung Auditorium Prof. Dr. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir. Aksi diikuti berbagai aktivitis dari beragam elemen, termasuk wakil rektor, guru besar dan para mahasiswa UII.

Dalam aksi kali ini juga didirikan sebuah makam kecil sebagai simbol matinya demokrasi. Para peserta silih berganti berorasi, membacakan puisi sebelum menutup aksi dengan pembacaan pernyataan sikap dan tabur bunga di area makam.

1. Upaya sistematis memundurkan demokrasi

Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Guru besar ilmu media dan jurnalisme UII, Masduki, dalam orasinya menekankan bahwa Paul harus dibela sebagai representasi anak muda yang kritis. Ia menyalurkan haknya dengan berekspresi dan mengingatkan soal bangsanya yang krisis.

"Aset bangsa ini anak muda yang menyuarakan ekspresinya apapun bentuknya, apapun medianya untuk menjaga kewarasan demokrasi," kata Masduki.

Sementara, menurut Masduki, penangkapan Paul dan para aktivis lain cukup menandakan demokrasi di negara ini tengah mengalami kemunduran atau bahkan kematian. Masduki berujar, inti dari demokrasi merupakan civil liberty atau kebebasan masyarakat sipil. Namun, kini yang ada adalah kebebasan itu diusik oleh pemerintah dan aparat sendiri.

"Kalau kebebasan masyarakat sipil direpresi apalagi pelaku dan eksponennya itu ditahan, diberikan label tersangka, dikriminalisasi maka berarti ada upaya sistematis untuk memundurkan demokrasi sebagai warisan reformasi," tegasnya.

2. Warek yakin Paul berakal sehat, mustahil dorong kejahatan

Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Rohidin, sementara itu mengaku kenal sosok Paul. Dia bersaksi Paul sudah punya sikap kritis bahkan semenjak menjadi mahasiswa di kampusnya.

"Saya menjadi saksi hidup, Paul adalah seorang aktivis yang sangat luar biasa, daya kritisnya melampaui teman-temannya, daya bacanya luar biasa, refrensinya luar biasa, buku-buku dari berbagai macam, termasuk bacaan-bacaan kritis," kata Rohidin.

"Paul adalah seorang mahasiwa kritis yang tidak melihat siapa yang dihadapinya, termasuk saya seringkali mendapat kritikan tajam dari Paul," sambungnya.

Rohidin bersaksi jika Paul memiliki akal sehat. Oleh karenanya, Rohidin percaya bahwa Paul dengan nalar kritisnya sedang menyuarakan keadilan serta kebenaran, dan bukan melakukan penghasutan.

"Tidak mungkin seorang Paul itu kemudian memicu, memacu, mensupport orang-orang untuk berbuat jahat karena dia memiliki akal sehat. Jika dia menggerakkan orang-orang untuk bersuara, itu adalah hak konstitusional, itu bukan kejahatan.

Sebaliknya, lanjut Rohidin, pelarangan untuk bersuara, berpendapat, dan berekspresi adalah kejahatan yang sesungguhnya.

"Justru yang membungkam masyarakat untuk tidak berbicara, tidak berbuat, itu adalah kejahatan. Jadi siapakah yang jahat sesungguhnya?!" katanya.

Terlebih, Rohidin menilai jika penangkapan Paul dan para aktivis lain diwarnai kesewenang-wenangan dan tidak memerhatikan ketentuan hukum berlaku. Menurutnya, Paul dkk ditahan, diinterogasi tanpa pendampingan yang memadai.

"Saya memohon kepada aparat penegak hukum di level mana pun, bebaskan Paul, tegakkan proses hukum, tegakkan keadilan, tegakkan kebenaran. Bebaskan Paul, bebaskan tahanan politik, hentikan perburuan aktivis," pungkas Rohidin.

3. Lima poin pernyataan sikap Keluarga Besar UII

Aksi Solidaritas UII Rapatkan Barisan: Bebaskan Paul, Bebaskan Semua Korban Tangkap Paksa dan Kriminalisasi, Senin (6/10/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Dalam pernyataan sikap Keluarga Besar UII, terdapat lima poin yang disampaikan. Pertama, menuntut pembebasan saudara Muhammad Fakhrurrozi (Paul) yang dikenal luas atas kiprahnya sebagai aktivis sosial, serta pembebasan seluruh aktivis di berbagai kota yang hingga kini berjumlah sekitar 946 orang.

Kedua, keluarga besar UII mendesak transparansi penuh atas posisi, kondisi, dan status hukum saudara Paul selama berada dalam tahanan Polda Jawa Timur, termasuk akses bagi keluarga dan penasihat hukum.

Ketiga, keluarga besar UII menolak dan menuntut penghentian segala bentuk perburuan aktivis dengan dalih

pencarian “dalang kerusuhan” atau “aktor intelektual” dalam aksi demonstrasi Agustus.

Keempat, keluarga besar UII menuntut penegakan Hak Asasi Manusia secara konsisten, serta penghentian semua

praktik pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara, khususnya kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi.

Kelima, keluarga besar UII mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian

Indonesia (POLRI) agar kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik berintegritas demi memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.

Editorial Team