Pembukaan JAFF 2021 di Empire XXI Yogyakarta, Sabtu (27/11/2021). (Dok. JAFF)
Untuk menyambung napas sekaligus menunjukkan hasil karyanya, para filmmaker lokal berupaya mengikuti berbagai festival film yang bisa mereka akses, baik lokal, nasional, hingga internasional.
Haris Yuliyanto, sineas asal Semarang, Jawa Tengah, melahirkan film tentang mendiang orangtuanya yang berjudul Berlabuh saat pandemik COVID-19. Ia mendaftarkan film tersebut melalui festival-festival film yang sifatnya gratis.
‘’Cara itu saya lakukan agar film ‘Berlabuh’ semakin dikenal. Ini juga bagian dari usaha mandiri kami agar industri perfilman di Semarang semakin dilirik. Sebab, kesadaran masyarakat memang perlu waktu untuk dibentuk, maka saya mencari eksposur dulu ke festival luar negeri baru di Indonesia,’’ jelasnya saat dihubungi IDN Times, 26 Maret 2022.
Selain ‘Berlabuh’, Haris juga memproduksi film ‘The Secret Club of Sinners’. Film pendek itu mendapat pendanaan dari KPK dan berhasil unjuk gigi dalam Gandhara Independent Film Festival di Pakistan pada 2021 dan masuk dalam Nominasi Film Pendek Terbaik Festival Film Indonesia pada 2021.
‘’Secara eksposur, bisa turut dalam festival film nasional dan internasional ini adalah sebuah keistimewaan. Bahkan, saat film ‘Berlabuh’ masuk di festival film tertua di dunia yaitu International Short Film Festival Oberhausen (ISFFO) di Jerman. Tentu ini sesuatu yang berharga bagi kami karena terakhir film Indonesia masuk ke sana itu sudah 15 tahun lalu,’’ jelasnya.
Sementara, sineas Kendal juga memotori berlangsungnya Festival Film Kendal. Amrul Hakim berkata pemutaran film di Festival Film Kendal akan menjadi pembuktian bahwa kegiatan seni dan budaya tak pernah pudar walau dihantam pagebluk.
"Kebetulan ini festival film yang baru pertama kali diadakan di Kendal. Kita buktikan kalau ono negoro ora ono negoro, seni budaya tetep lestari. Jadi, ada pandemik atau tidak ada pandemik, kita tetap latihan seni dan budaya. Dan ternyata berlatih kesenian mampu mengasah sikap keluhuran, mengasah positive thinking dan menumbuhkan rasa optimisme," ungkapnya.
Berkat optimisme itulah, Festival Film Kendal bisa digelar tanpa bantuan pemerintah. Amrul bercerita semua biaya festival ditanggung dari jualan angkringan. Bahkan, hanya dalam waktu semalam, panitia festival bisa mendapatkan modal Rp300 ribu.
"Kita bukannya menolak bantuan tapi ini sangat penting sebagai kesadaran bersama. Kita sudah atur jadwal memutar enam film milik enam sineas. Untuk semua biaya sewa proyektor sampai bayar listrik, ditanggung dari jualan angkringan. Mulai jual gorengan, jahe sampai teh," kata pengurus Lembaga Koperasi Film Kabelan Kendal ini.
Tak sedikit pula sineas yang memanfaatkan platform digital. Pemilik rumah produksi Lombok Stream Production, Rizal Cheper mengungkapkan hasil karya sineas lokal justru semakin banyak di masa pandemik. Misalnya, hasil karya berupa video klip lagu-lagu daerah.
Rizal menyebutkan selama pandemik COVID-19, sekitar 200 video klip lagu-lagu daerah yang dihasilkan untuk satu kanal Youtube. Sedangkan produksi film, kata Rizal, agak kurang. Karena butuh waktu yang cukup lama untuk memproduksi suatu film.
"Karya-karya lagu daerah yang banyak diproduksi, kemudian film. Semakin banyak karya di masa pandemik. Sekarang banyak yang membuat kanal-kanal YouTube," kata Rizal.
Afrian pun membuat channel YouTube untuk bisa menyalurkan karya-karyanya. Hal ini sembari mengisi waktu luang selama belum ada syuting film. Karya melalui channel YouTube itu, adalah sebagi wadah sineas lokal bisa menyalurkan karyanya, meski tanpa ada dukungan dari pihak lain seperti pemerintah.
"YouTube channelku tiap minggu ada syuting, ya tentang komedi. Kita sih pokoknya terus berkarya, kalau kita diam saja ya akhirnya mati," pungkas Afrian.
Infografis perfilman nasional sebelum dan sesudah pandemik. (IDN Times/Aditya Pratama)
Liputan ini adalah laporan kolaborasi IDN Times dari Masdalena Napitupulu (Sumut), Muhammad Iqbal (Banten), Wayan Antara (Bali), Ayu Afria Ulita Ermalia (Bali), Rangga Erfizal (Sumsel), Dyar Ayu (Yogyakarta), Tunggul Damarjati (Yogyakarta), Anggun Puspitoningrum (Jateng), Fariz Fardianto (Jateng), Muhammad Nasir (NTB), dan Riani Rahayu (Kaltim).