Ilustrasi pupuk bersubsidi (pupuk-indonesia.com)
Kendati demikian, menurut Jamhari, menyetop subsidi pupuk begitu saja bukan solusi yang bijak. Mengingat petani sudah dibuat tergantung pada pupuk pabrikan dengan harga murah selama puluhan tahun, sehingga pasti berat jika harus membeli pupuk nonsubsidi yang harganya dua kali lipat lebih.
Di samping itu, perbaikan penyaluran pupuk bersubsidi yang sudah dilakukan juga masih belum menyelesaikan persoalan utamanya.
“Salah satunya dalam pengusulan dan penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan E-RDKK dan kartu tani. Masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengapa tetap saja terjadi ketimpangan pengusulan dan kebijakan antarwilayah. Selalu saja adanya kekurangan alokasi pupuk bersubsidi,” ungkapnya.
Untuk itu, Fakultas Pertanian UGM merekomendasikan adanya perbaikan kebijakan subsidi pupuk khususnya bagi pemerintah, mengingat beban anggaran subsidi yang besar. Selain itu, teknis penyaluran pupuk bersubsidi juga perlu dibenahi.
Terlebih, terdapat adanya dualisme pasar soal harga eceran tertinggi dan harga non subsidi, adanya penggunaan pupuk berlebih, serta kondisi industri pupuk yang tidak berkembang secara optimal.