Sleman, IDN Times - Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri mengungkap temuan mengkhawatirkan perihal 110 anak di berbagai daerah yang teridentifikasi direkrut jaringan terorisme. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan jajarannya untuk memperkuat pengawasan ruang digital sebagai langkah antisipasi.
Kapolri Perketat Pengawasan Ruang Digital Imbas 110 Anak Ikut Jaringan Teror

Intinya sih...
Polri perkuat pengawasan ruang digital untuk antisipasi perekrutan terorisme
Anak-anak teradikalisasi lewat media sosial dan gim daring, butuh partisipasi aktif keluarga
110 anak di 23 provinsi diduga terekrut jaringan terorisme melalui ruang digital, Polri lakukan intervensi pencegahan
1. Edukasi, bukan pembungkaman
Listyo menuturkan, kepolisian masih mendalami perihal temuan ini. Bersamaan dengan itu, Polri juga akan mengawasi secara ketat ruang digital yang disinyalir jadi sarana perekrutan ini.
Pengawasan itu meliputi monitoring serta edukasi pada teknologi yang kini telah berkembang pesat dan memudahkan dalam berbagai aspek kehidupan penggunanya, termasuk anak-anak.
"Ada hal-hal yang harus kita tertibkan dalam penggunaan teknologi informasi, yang tentunya tidak dalam rangka pembungkaman, tapi kita memberikan edukasi yang lebih baik," kata Listyo di Mapolda DIY, Sleman, DIY, Jumat (21/11/2025).
2. Tren anyar, minta paritisipasi aktif keluarga
Listyo mengatakan, temuan Densus ini merupakan hasil pendalaman Polri pada kelompok-kelompok komunitas hobi tertentu. Dia pun tak menyangkal jika perekrutan anak-anak oleh jaringan terorisme dengan memanfaatkan ruang digital ini sebagai sebuah fenomena atau tren anyar. Anak-anak teradikalisasi lewat media sosial hingga gim daring.
"Mereka memiliki hobi awalnya. Dengan hobi tersebut, ternyata kemudian di dalamnya juga kemudian kita dalami ada potensi-potensi yang kemudian terpapar oleh jenis-jenis permainan yang ada di game online. Dan tentunya ini menjadi perhatian kita bersama," papar Listyo.
Maka dari itu, Listyo menyebut Polri tak akan bertindak sendirian untuk mencegah hal ini. Dia mengajak mengajak para pemangku kepentingan beserta masyarakat aktif melakukan pencegahan dari lingkup paling kecil, yaitu keluarga.
"Sehingga masyarakat, anak-anak kita kemudian terselamatkan dari potensi-potensi bahaya terpapar oleh paham-paham tertentu, hal-hal tertentu yang kemudian membahayakan keselamatan jiwa dan masyarakat," pungkasnya.
3. Ada 110 anak diduga ikut jaringan terorisme
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkap data terkait rekrutmen terorisme yang menyasar anak-anak.
Berdasarkan catatan Densus 88 Antiteror Polri, hingga saat ini teridentifikasi sekitar 110 anak dalam rentang usia 10 hingga 18 tahun, yang tersebar di 23 provinsi, diduga telah terekrut oleh jaringan terorisme melalui ruang digital.
Dari data 110 anak yang terekrut, wilayah terbesar yang menjadi sasaran rekrutmen meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Lebih lanjut, dalam penanganan kasus ini, Densus 88 telah menangkap lima orang dewasa yang berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi kelompok dalam tiga perkara terpisah. Dua penangkapan terbaru dilakukan pada 17 November 2025, di mana dua tersangka dewasa berhasil diamankan di wilayah Sumatra Barat dan Jawa Tengah.
Selain penegakan hukum, Trunoyodo mengatakan Densus 88 Antiteror Polri juga melaksanakan serangkaian upaya pencegahan melalui intervensi terhadap anak-anak yang teradikalisasi dan berniat melakukan aksi teror. Upaya ini mencakup berbagai kasus yang tersebar di beberapa wilayah prioritas dengan jumlah anak terekrut terbesar, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Intervensi pencegahan terbaru dilakukan pada 18 November 2025 terhadap 78 anak di 23 provinsi yang teradikalisasi dan berencana melakukan aksi teror. Sebelumnya, intervensi juga telah dilakukan pada akhir tahun 2024 (Banten), Mei 2025 (Bali dan Sulawesi Selatan), September 2025 (29 anak di 17 provinsi), dan Oktober 2025 (seorang anak di Jawa Tengah).