ilustrasi kampus (pexels.com/Pixabay)
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta, Sefta Tarigan menuturkan, MAK mulanya dilaporkan oleh salah satu universitas di Yogyakarta karena memasuki ruang-ruang kampus tanpa izin dan melakukan aktivitas yang tidak semestinya.
"Awalnya laporannya bermula dari situ tapi setelah didalami ternyata ada kesalahan yang lebih besar dari itu yaitu mengenai izin tinggalnya," kata Sefta.
Hasil pemeriksaan mengungkap MAK yang berstatus direktur utama di sebuah perusahaan. Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta menemukan sejumlah kejanggalan dari titik ini.
Kantor Imigrasi awalnya mendapati perusahaan MAK yang berbasis di Jakarta, namun memiliki wilayah operasional di Jambi. Meski mengantongi dokumen terbitan instansi terkait, kendati perusahaan MAK tak memiliki kantor, pegawai, dan aktivitasnya pun tidak ada.
"Jadi kantornya tidak ada, kegiatannya tidak ada, pegawainya tidak ada," kata Sefta.
Hasil pemeriksaan lanjutan berhasil membuat MAK mengakui bahwa nilai investasi yang diwujudkan itu sampai sekarang ini nihil alias nol Rupiah, dari yang ditawarkan senilai Rp70 miliar.
"Jadi belum ada sama sekali melakukan bentuk kegiatan investasi sama sekali sampai saat ini," kata Sefta.
Selain itu, MAK semestinya melakukan kegiatan investasi di Jambi, namun yang bersangkutan justru menetap di Yogyakarta.