ilustrasi uang (unsplash.com.Mufid Majnun)
Dalam kesempatan itu, Suharto juga menjelaskan ihwal munculnya angka Rp97.020.757.125 hasil pemotongan HPP yang dituding masuk ke kantong pimpinan MA. Menurut Suharto, IPW menduga HPP yang didistribusikan kepada penerima cuma sebesar 74,05 persen, dan 25,95 persen sisanya mengalir ke pimpinan MA dipakai untuk kepentingan pribadi. Dugaan ini didasarkan pada daftar alokasi HPP termuat dalam Memorandum Nomor 2606/PAN/HK.00/10/2022 tanggal 3 Oktober 2022 dan Nota Dinas Nomor 1808/PAN/HK.00/9/2023 tanggal 12 September 2023 tentang Perubahan Alokasi HPP Tahun 2023.
Memorandum dan nota dinas itu sifatnya internal. Di dalamnya, panitera MA menyampaikan informasi kepada para hakim agung, panitera muda dan panitera pengganti perihal adanya perubahan besaran HPP yaitu Ketua Majelis (26 persen), Anggota Majelis 1 (17 persen), Anggota Majelis 2 (17 persen), Panitera Pengganti (7,5 persen), Panitera Muda Kamar (1 persen), operator (3,55 persen) dan staf majelis (2 persen).
Hasil penjumlahan besaran alokasi penerima HPP yang termuat dalam memorandum tersebut sebesar 74,05 persen. IPW, lanjut Suharto, lalu mengambil kesimpulan bahwa sisa dana HPP sebesar 25,95 persen dipergunakan untuk kepentingan pribadi pimpinan MA.
Suharto melanjutkan, dengan asumsi alokasi HPP untuk perkara kasasi biasa senilai Rp6.750.000 per perkara, maka nilai 25,95 persen tersebut setara dengan Rp1.751.625. Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah perkara yang diputus oleh MA selama tahun 2022 sebanyak 28.024 dan tahun 2023 sebanyak 27.365. Hingga akhirnya didapatkan total Rp97.020.757.125,00.
"Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah Agung menegaskan bahwa pernyataan IPW tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang mencapai Rp97.020.757.125,00 adalah tidak benar karena didasarkan pada pengolahan data dan informasi yang keliru," tegas Suharto.
Ia memastikan uang HPP dibagikan secara habis atau 100 persen kepada penerima alokasi sesuai besaran yang ditetapkan dengan Keputusan Panitera MA Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023 tanggal 5 Desember 2023 yang merupakan penyempurnaan dari SK Panitera MA sebelumnya.
Suharto menyebut, HPP dialokasikan kepada 43 kelompok penerima yang dikategorikan sebagai majelis hakim (60 persen), supervisor (7 persen), pendukung teknis yudisial (29 persen) dan pendukung administrasi yudisial (4 persen). "Dalam hal terdapat pejabat penerima yang tidak terisi baik karena pensiun maupun keadaan lain maka dilakukan redistribusi kepada seluruh penerima," ungkapnya.
Suharto memastikan jika pelaksanaan pemberian HPP telah diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2023. Hasilnya, tidak ditemukan adanya indikasi penyimpangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. "Adanya pendistribusian HPP kepada non-hakim agung yang berasal dari pemberian sukarela hakim agung setelah honorarium penanganan perkara diterimakan seluruhnya kepada hakim agung sepenuhnya merupakan persoalan perdata," ujarnya.