Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-13 at 20.52.45.jpeg
Pengunjung berfoto di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA). (IDN Times/Paulus Risang)

Intinya sih...

  • YIA masih kalah dari Adisutjipto, baru melayani 4 juta penumpang per tahun dari kapasitas 20 juta penumpang

  • ICOR tinggi, pemerintah perlu tekan investasi yang efisien untuk pertumbuhan ekonomi optimal

  • Diperlukan terobosan untuk meningkatkan kapasitas YIA dan industri pariwisata di DIY-Jateng

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengungkap Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) ternyata masih cukup 'sepi' apabila dibandingkan dengan kapasitas penumpang per tahunnya.

Airlangga berujar, jumlah penumpang di YIA per tahun paling banyak adalah 4 juta orang. Padahal, pada awal masa pembangunannya bandara ini ditarget mampu menampung 20 juta orang per tahun.

1. Masih kalah dari era Bandara Adisutjipto

Bandara Adisutjipto (IDN Times/Holy Kartika)

Menurut Airlangga, capaian YIA yang baru 4 juta per tahun ini masih kalah dari Adisutjipto yang sekarang cuma melayani penerbangan domestik terbatas.

Sebelum mayoritas penerbangan resmi dialihkan ke YIA atau sejak sebelum Pandemi Covid-19 melanda, kata Airlangga, jumlah penumpang maupun wisatawan yang masuk melalui Bandara Adisutjipto bisa mencapai 7 juta orang.

"Jogja sebelum Covid itu turisnya ataupun yang ke Jogja melalui bandara itu 7 juta, Bandara Adisutjipto. Tetapi per hari ini, maksimal 4 juta di bandara Kulonprogo YIA dan kapasitas yang dibangun itu untuk 20 juta," kata Airlangga di UGM, Sleman, DIY, Rabu (19/11/2025).

2. ICOR masih tinggi, harus ditekan lagi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Situasi ini pula, lanjut Airlangga, yang turut memengaruhi hasil pembangunan Indonesia nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sebesar 6 atau masih cukup tinggi.

Sedangkan ICOR adalah rasio yang mengukur efisiensi investasi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Tingginya nilai ICOR berarti investasi tidak efisien.

Pemerintah pun mendorong penurunan angka ICOR ini demi mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang optimal. 

"ICOR-nya itu masih 6. Ini salah satunya Bandara Jogja yang kapasitas 20 [juta] baru 4 [juta]," ujarnya.

3. Perlu terobosan, destinasi unggulan di DIY dan sekitar

Jembatan Pandansimo Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)

Dalam misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen, pemerintah berupaya salah satunya mendorong industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang disebut Airlangga masuk kategori low hanging fruit.

Low hanging fruit adalah tugas atau peluang yang paling mudah untuk dicapai dengan usaha yang minimal. Dalam konteks bisnis, ini merujuk pada tindakan-tindakan yang dapat memberikan hasil dengan cepat dan relatif mudah.  

Dalam konteks YIA dan industri pariwisata, Airlangga menilai perlu adanya terobosan guna meningkatkan capaian kapasitas bandara yang ditopang melalui destinasi unggulan di sekitar wilayah DIY-Jateng seperti Candi Borobudur di Magelang.

"Mungkin ada beberapa kegiatan yang bisa didorong agar fasilitas yang sudah dibangun ini tidak under capacity. Itu juga salah satu karena pariwisata ini adalah quick win," tegas Airlangga.

Editorial Team