Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi Bank Indonesia (unsplash.com/Aini Rahmadini)
ilustrasi Bank Indonesia (unsplash.com/Aini Rahmadini)

Intinya sih...

  • Ekonom UGM menilai penempatan dana Rp200 triliun di lima bank menambah likuiditas, tapi efek ke sektor riil bergantung pada permintaan kredit.

  • Ia mengingatkan risiko beban tersembunyi APBN jika kredit berisiko tinggi tanpa pengawasan ketat.

  • Program magang dinilai berdampak kecil, sehingga perlu diperluas dan diintegrasikan dengan penyerapan kerja serta penguatan sektor padat karya dan UMKM.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times – Lima hari usai dilantik, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, langsung meluncurkan kebijakan penempatan dana negara Rp200 triliun di lima bank umum mitra. Aturan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 dan mulai berlaku sejak Jumat (12/9/2025). Dana tersebut disalurkan ke Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), serta Bank Syariah Indonesia (BSI).

Kebijakan ini dinilai masuk akal oleh Ekonom UGM, Wisnu Setiadi Nugroho. Menurutnya, ada dana negara yang selama ini mengendap di Bank Indonesia karena penyerapan anggaran lambat. Namun, Wisnu mengingatkan bahwa dampaknya pada sektor riil tidak serta-merta terjadi.

1. Dana tingkatkan likuiditas bank, tapi efek riil terbatas

ilustrasi dana (IDN Times/Aditya Pratama)

Wisnu menjelaskan penempatan dana bisa memperbesar kapasitas bank menyalurkan kredit, memperbaiki rasio likuiditas, dan mengurangi hambatan dana jangka pendek. “Ditambah dengan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio pinjaman (LDR) relatif masih memberi ruang sehingga penambahan likuiditas dapat diserap,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).

Meski begitu, multiplier effect ke sektor riil tetap bergantung pada permintaan kredit. Jika bank masih berhati-hati atau permintaan riil lemah, dana berisiko hanya “parkir” di instrumen aman atau aset likuid sehingga dampaknya pada penyerapan tenaga kerja terbatas.

2. Risiko beban tersembunyi APBN jika tanpa pengawasan

Ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Wisnu menilai perlu kehati-hatian bila dana pemerintah diarahkan untuk kredit berisiko tinggi dengan jaminan penuh. Hal itu bisa menimbulkan beban tersembunyi (contingent liabilities) besar bagi APBN.

“Karena itu, prinsip umum manajemen fiskal sangat diperlukan, termasuk pengecekan kuantifikasi risiko, plafon jaminan, harga risiko (premi) yang benar, dan transparansi pelaporan. Saya kira ini penting untuk menghindari timbulnya kewajiban kas tak terduga sebagaimana ditekankan dalam panduan organisasi internasional (IMF),” imbuhnya, dilansir laman resmi UGM.

3. Program magang dinilai kecil skala dampaknya

ilustrasi magang (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain kebijakan dana Rp200 triliun, Menkeu Purbaya juga memperkenalkan paket akselerasi ekonomi 2025, salah satunya program magang bagi lulusan perguruan tinggi. Peserta program akan mendapat uang saku setara Upah Minimum Provinsi (UMP) selama enam bulan, dengan target 20 ribu orang.

Wisnu menilai angka tersebut masih kecil dibandingkan jumlah pengangguran terdidik yang mencapai sekitar satu juta orang di 2025. “Itu akan sangat terbatas jika program tidak diskalakan atau diintegrasikan dengan penempatan kerja berkelanjutan,” lanjutnya.

Ia menyebut program magang bisa lebih efektif jika fokus pada pengalaman kerja nyata, memberi insentif pajak bersyarat untuk perusahaan yang mengonversi kerja magang jadi tetap, serta dilengkapi sistem penempatan kerja dan pelatihan teknis vokasi. “Tetapi juga jangan lupa harus ditingkatkan skala dan kualitasnya, bukan hanya subsidi gaji singkat,” tekannya.

4. Dorongan pada sektor padat karya dan UMKM

Ilustrasi UMKM (IDN Times/Aditya Pratama)

Wisnu menambahkan prioritas pembangunan sebaiknya diarahkan ke sektor yang mampu menyerap tenaga kerja luas dan memberi nilai tambah berkelanjutan. Menurutnya, penguatan SDM melalui pelatihan vokasi, magang terstruktur, dan kurikulum yang selaras kebutuhan industri menjadi langkah awal.

Ia juga menyoroti pentingnya mendukung manufaktur padat karya, digitalisasi dan akses pembiayaan bagi UMKM, pembangunan infrastruktur, hingga efisiensi logistik. “Tak kalah penting, sektor pertanian dan kelautan juga perlu dikembangkan agar mampu menjaga stabilitas pangan sekaligus membuka lapangan kerja di daerah,” ucapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team