Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Komisi XII DPR RI, dari Daerah Istimwa Yogyakarta (DIY), Totok Daryanto (tengah) saat konferensi pers. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Anggota Komisi XII DPR RI, dari Daerah Istimwa Yogyakarta (DIY), Totok Daryanto (tengah) saat konferensi pers. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Intinya sih...

  • Transmigran belum mendapatkan haknya

  • Penyerobotan lahan oleh perusahaan sawit

  • Tindak lanjut upaya penyelesaian

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times – Pemerintah didesak menuntaskan konflik lahan yang menimpa transmigran asal Sleman di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Lahan transmigran disebut telah diserobot oleh perusahaan sawit PT. Merbau Jaya Indah.

Desakan itu disampaikan Anggota Komisi XII DPR RI, dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Totok Daryanto. “PT. Merbau Jaya Indah menggusur untuk kepentingan mereka sejak 2015. Saya berani mengatakan perusahaan ini sudah melakukan pelanggaran hukum. Saya tidak akan berhenti mengawal kasus penyerobotan tanah transmigran Sleman ini,” ucap Totok, saat konferensi pers di Sleman, Minggu (15/6/2025).

1.Transmigran belum mendapatkan haknya

Anggota Komisi XII DPR RI, dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Totok Daryanto menunjukkan foto dirinya dan transmigran asal Sleman. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Totok menyebut meski transmigrasi bukan bidang yang ia tangani di Komisi XII DPR RI, namun ia merasa memiliki kewajiban sebagai wakil rakyat untuk membantu menuntaskan masalah ini. Totok mengaku mendengar persoalan ini saat kunjungan kerjanya di Kabupaten Konawe Selatan, 12 Mei 2025 lalu.

 Saat itu warga asal Sleman mengeluhkan belum terpenuhinya hak atas lahan yang dijanjikan sejak penempatan mereka di UPT Arongo, Desa Laikandonga, Keacamatan Ranomeeto Barat, pada 28 November 2011. Sebanyak 25 kepala keluarga atau 98 jiwa direlokasi ke kawasan tersebut sebagai korban erupsi Gunung Merapi 2010 melalui program resmi transmigrasi.

 Warga menyatakan hingga kini mereka belum menerima lahan seluas dua hektare per keluarga sebagaimana tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah. Dalam nota kesepahaman antara warga dan pihak dinas, setiap keluarga berhak atas lahan seluas dua hektare lengkap dengan sertifikat.

 Namun, hingga kini, lahan yang tersedia baru terealisasi seluas 312 hektare dari rencana total 1.500 hektare. Dari 312 hektare tersebut, 250 hektare dialokasikan untuk warga transmigran luar daerah dan 52 hektare untuk warga lokal. Jumlah total penerima manfaat mencapai 500 kepala keluarga, sehingga rata-rata lahan yang diterima jauh di bawah standar yang dijanjikan.

“Intinya mendapatkan janji, bukan hanya janji, sudah ada kontrak kerja sama dua hectare, baru dapat 1 hektare. Dari satu hektare, sejak 2015 mengalami penyerobotan. (Transmigran) sudah mengadu tapi belum ada penyelesaian,” ungkap Politisi PAN itu.

2.Penyerobotan lahan oleh perusahaan sawit

Anggota Komisi XII DPR RI, dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Totok Daryanto (tengah) saat konferensi pers. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Warga menghadapi konflik tumpang tindih lahan dengan perusahaan sawit PT. Merbau Jaya Indah, yang diketahui memiliki izin lokasi di atas sebagian lahan garapan warga. Warga melaporkan bahwa sekitar 40 hektare dari lahan mereka telah digusur tanpa proses musyawarah, dan hal ini disaksikan langsung oleh kepala desa setempat. Akibatnya,luas garapan warga menyusut menjadi sekitar 272 hektare.

 Totok menyebut kondisi semakin memanas ketika penggusuran kembali terjadi pada periode Agustus hingga Desember 2023. “Warga menyebutkan bahwa tindakan perusahaan dilakukan secara terang-terangan, dengan kehadiran aparat desa dan perusahaan, tanpa mediasi atau perundingan terlebih dahulu. Konflik ini telah menyebabkan keresahan kolektif, apalagi belum ada penyelesaian hukum maupun administratif dari instansi yang berwenang,” kata Totok.

Sejak 2013, warga telah membentuk Himpunan Petani Arongo (HPA), yang kemudian dilanjutkan pada 2017 dengan pendirian Serikat Tani Konawe Selatan (STKS), yang diresmikan oleh Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama perwakilan Kantor Staf Presiden. “Namun, seluruh upaya advokasi hingga kini belum membuahkan penyelesaian yang berpihak kepada warga,” ucap Totok.

 Pada 19 Mei 2025, telah dilaksanakan pertemuan lintas pihak di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara atas prakarsa DPD RI Komite II, dipimpin oleh Umar Bonte. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan PT. Merbau Jaya Indah, PT. Tiran, PT. CAM, serta sejumlah pejabat dari Kementerian Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Bupati Konawe Selatan, Bupati Konawe, dan Sekda Provinsi Sulawesi Tenggara. Warga juga hadir sebagai pihak terdampak. Namun, pertemuan ini hanya bersifat penjaringan aspirasi dan belum menghasilkan keputusan konkret terkait penyelesaian konflik lahan.

3.Tindak lanjut upaya penyelesaian

Kepala Bagian Hukum Setda Sleman, Hendra Adi Riyanto (kanan) saat konferensi pers. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Totok mengatakan telah menyampaikan persoalan ini ke Bupati Sleman, Harda Kiswaya, pimpinan DPR, MPR, serta Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi. Totok juga berharap kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X hingga Presiden, Prabowo Subianto menaruh perhatian pada persoalan ini.

 Kepala Bagian Hukum Setda Sleman, Hendra Adi Riyanto mengatakan setelah mendapat laporan persoalan konflik lahan ini, Bupati Sleman langsung merespons. Pada Selasa 17 Juni 2025, tim dari Pemkab Sleman, didampingi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY (Disnakertrans DIY) akan hadir di lokasi.

“Selasa besok berangkat ke Konawe Selatan. Rabunya nanti kita rakor di Pemerintah Kabupate Konawe Selatan. Dari diskusi kemarin zoom memang kondisi yang ada, benar-benar dirasakan warga, dan sekilas dari kronologis, peristiwa penyerobotan itu benar-benar terjadi,” ujar Hendra.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team