Presiden Prabowo Subianto (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Nano sekaligus menyatakan bahwa pengusulan Hari Kebudayaan Nasional ini nihil tendensi di baliknya. Apalagi sampai disebut mencari muka di depan rezim sekarang ini.
Secara tegas, Nano mengatakan jika ia sama sekali tak tahu kapan hari ulang tahun Prabowo Subianto. Kesamaan hari yang dipersoalkan banyak pihak, menurut Nano, hanyalah sebuah kebetulan saja.
Dirinya juga mengklaim bukan orang-orang di barisan Prabowo. Sebagai bukti, dia mencoblos Ganjar Pranowo saat Pilpres 2024 kemarin.
"Kalau itu bertepatan dengan lahirnya Pak Prabowo, saya malah nggak tau aku nggak tau, aku nggak ngerti lahirnya Pak Prabowo kapan, lahirnya Pak Jokowi kapan," imbuh Nano.
"Saya nggak tahu sama sekali kalau itu pas kebetulan," sambung dia menegaskan.
Ia sekali lagi menekankan bahwa pemilihan tanggal 17 Oktober didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang diteken Sukarno dan Sukiman pada 17 Oktober 1951.
"Jadi tidak ada kaitan-kaitannya itu, saya malah nggak tahu. Pokoknya saya hanya, seniman-seniman ini kan nggak tahu lahirnya Pak Jokowi kapan lahirnya, yang saya tau lahirnya Bung Karno malah ngerti, karena sudah masuk dalam sejarah. Kalau yang lainnya presiden, yang lainnya lahirnya Habibie kapan apa ngerti," papar Nano.
Dirinya sekarang cuma bersyukur Hari Kebudayaan Nasional telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang diteken Menteri Kebudayaan Fadli Zon, 7 Juli 2025.
Baginya, ini adalah wujud syukur atas kesenian berbentuk kriya, tarian, musik, busana, juga adat istiadat serta etika yang mulai 17 Oktober besok akan terus diperingati setiap tahunnya.
"Murni ini dari seniman murni, seniman yang ora kondang, seniman yang murni pengin punya Hari Kebudayaan karena itu pekerjaan, menjadi profesi, ini diterima ya syukur alhamdulillah, sing wong cilik sing ngusulke udu wong gede sing ditompo, ya karena ini kemurnian dan kesucian itu bukan ada tendensi yang lainnya opo meneh politik," jelasnya.