Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Bioskop
Ilustrasi Bioskop (IDN Times/Besse Fadhilah)

Intinya sih...

  • Timbulkan interpretasi: Penayangan iklan di bioskop menimbulkan interpretasi propaganda dan mempertanyakan keaslian program kerja pemerintah.

  • Pola propaganda yang pernah dilakukan Orba: Penayangan satu arah tanpa interaksi dapat menimbulkan sinisme dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

  • Perlu pemahaman hak konsumen: Penggunaan ruang komersil untuk propaganda perlu memperhatikan etika konsumen dan pemahaman hak dalam masyarakat demokrasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Munculnya video iklan Presiden Prabowo Subianto di bioskop komersil menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Dosen Komunikasi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Prof. Nyarwi Ahmad, mempertanyakan tujuan dari pemerintah memilih bioskop sebagai media untuk sosialisasi. Padahal bioskop merupakan media komersial. “Apakah pemerintah tidak memiliki cara yang lebih inovatif untuk menyampaikan informasi mengenai keberhasilan program kerjanya?,” tanya Nyarwi, Kamis (18/9/2025).

1. Timbulkan interpretasi lain

Presiden Prabowo Subianto (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Menurut Nyarwi, sangat wajar apabila publik menganggap penayangan iklan ini merupakan pola propaganda. Sebab, penayangan video iklan pemerintah di bioskop juga menimbulkan interpretasi lain dari masyarakat. Pasalnya bioskop merupakan tempat di mana tontonan yang disajikan merupakan cerita fiksi belaka.

“Nah, di sini audiens jadi mempertanyakan apakah program kerja yang disampaikan ini nyata atau sebaliknya,” terangnya.

2. Pola propaganda yang pernah dilakukan Orba

Presiden Prabowo Subianto. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Bagi Nyarwi, pola-pola propaganda semacam ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Konten yang dibuat oleh pemerintah dan disebarkan satu arah di mana tidak ada interaksi dan diskusi. “Kenapa pemerintah nyaman menggunakan pola komunikasi seperti ini, saya kira ini termasuk dalam bentuk propaganda,” ungkap Nyarwi. 

Pola ini dapat menimbulkan sinisme dari masyarakat kepada Presiden dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. “Saya kira tim dari Presiden harus lebih inovatif dalam melakukan komunikasi publik,” terangnya.

3. Perlu pemahaman hak konsumen

Presiden Prabowo Subianto. (ANTARA FOTO/Paramayuda)

Di sisi lain, Nyarwi menuturkan bioskop sebagai ruang publik yang digunakan untuk menyampaikan propaganda ini merupakan ruang komersil maka perlu diperhatikan apakah adakah potensi melanggar etika konsumen atau tidak.

“Di era masyarakat demokrasi penting bagi setiap pihak, baik itu pihak pengelola bioskop maupun pemerintah untuk mengerti hak dari konsumen,” pungkasnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team