Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?

Data dari UNESCO, 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah

Yogyakarta, IDN Times - Bahasa daerah saat ini dikhawatirkan  akan menjadi kenangan bahkan hilang. Kekhawatiran ini disebabkan minimnya penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga, anak muda atau kaum millennial bahkan di sekolah.

Raja Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HB X Raja Keraton Yogyakarta, memperkirakan bahasa daerah bakal punah karena sudah tidak lagi digunakan oleh masyarakat. Gubernur DIY itu menyatakan kemungkinan bahasa daerah akan punah pada generasi ketiga atau sekitar 75 tahun mendatang. Pernyataan tersebut disampaikan saat membuka Kongres Aksara Jawa pertama yang digelar di Yogyakarta, pada 22 Maret 2021 lalu.

Menurut Sultan yang mengutip pendapat Barbara Grimes menengarai fenomena kepunahan bahasa daerah bisa disebabkan karena penurunan drastis jumlah penutur aktif, ranah penggunaannya semakin berkurang, pengabaian bahasa ibu oleh penutur usia muda, usaha memelihara identitas etnik tanpa bahasa ibu, generasi terakhir tidak mahir berbahasa ibu, dan semakin punahnya dialek-dialek satu bahasa oleh keterancaman bahasa Indonesia dan bahasa gaul.

 

Jumlah penutur Bahasa Jawa menurun

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?IDN Times/Isidorus Rio

Apa yang menjadi keprihatinan Sultan bukan tanpa dasar. Saat ini bahasa daerah seakan digantikan dengan Bahasa Indonesia. Anak muda hingga anak kecil, jarang ditemui menggunakan bahasa daerah. Dosen Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Latief Nurhasan memaparkan jumlah penutur Bahasa Jawa terus mengalami penurunan. 

Dia menyebut, pada tahun 2000 ada sekitar 84 juta penutur Bahasa Jawa. Tapi memasuki tahun 2015 menurun menjadi sekitar 68 juta penutur.

"Semakin tahun memang menurun, saat ini saya yakin turun lagi, kurang dari 68 juta penutur Bahasa Jawa" ujarnya saat dihubungi IDN Times, Kamis (16/6/2022).

"Benar yang disampaikan Sri Sultan, Bahasa Jawa akan semakin ditinggalkan bila tidak berbenah," katanya.

 

Baca Juga: 10 Kosakata Bahasa Jawa yang Mengungkapkan Ketiadaan Sesuatu

Data dari UNESCO, 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Ilustrasi lontara Makassar. (Dok. Leiden University Libraries Digital Collections)

Permasalahan semakin minimnya penutur yang menggunakan bahasa daerah, seperti yang dikhawatirkan oleh Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X, juga menjadi kekhawatiran Kepala Program Studi Magister Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin Makassar Dr. Ery Iswary.

"Paling banyak yang hampir punah itu dari Indonesia Timur, Maluku lima yang punah, kemudian Papua ada dua," ungkap Dr. Ery kepada IDN Times. 

Meski tidak menyebut secara detail bahasa daerah apa saja yang sudah punah, menurutnya hal tersebut menjadi alarm bagi masyarakat Sulawesi Selatan agar hal serupa tidak terjadi di sini.

Mengutip dari data UNESCO dari 2011 hingga 2019, Ery Iswary menyebutkan ada kurang lebih 200 bahasa daerah di dunia yang sudah punah. Sebanyak delapan di antaranya dari Indonesia.

"Tapi data terbaru sudah ada 11 bahasa. Jadi sekarang di Indonesia tinggal 718 bahasa, dan bahasa yang terancam punah 25 bahasa," ujarnya.

"Termasuk dari bahasa daerah Manado di Minahasa, itu sudah terancam punah juga. Karena orang Minahasa di Sulawesi Utara sudah jarang mewariskan bahasa mereka kepada anak cucu mereka," tambah Ery. 

Anak muda di Bali kesulitan menggunakan bahasa alus

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Foto hanya ilustrasi. IDN Times/Rehuel ​Willy Aditama

Permasalahan tergesernya penggunaan bahasa daerah, tak hanya terjadi di Yogyakarta. Di Bali, anak-anak remaja mengaku kesulitan menggunakan bahasa alus.

Generasi muda asal Kabupaten Tabanan, Putu Ayu Widiasmari (22) mengaku kosakata Bahasa Bali alus yang dimilikinya sangat terbatas. Salah satunya disebabkan komunikasi dalam keluarganya selama ini lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia. 

"Jadi pas ngomong itu mikir, ini bener gak ya kata-katanya. Sama seperti saat kita mikir dulu kalau mau bicara Bahasa Inggris," ujar Ayu. 

Meski demikian, ia tetap berusaha memakai Bahasa Bali dalam pergaulan, jika memang diperlukan.

"Apalagi bahasa daerah itu penting banget sebenarnya, sebagai identitas daerah. Kita sebagai generasi muda harus melestarikannya apalagi sudah  mulai sedikit yang pakai bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari," ujarnya.

  

Malu gunakan bahasa adat, salah satu penyebab tergerus bahasa daerah

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Istana Maimun menjadi salah satu objek wisata favorit di Kota Medan. Istana ini merupakan bukti kebesaran Kesultanan Deli (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dosen Prodi Sastra Melayu Universitas Sumatera Utara (USU), Rozana mengatakan Medan menjadi salah satu kota yang warganya jarang menggunakan Bahasa Melayu. Malu menggunakan bahasa adat, menjadi salah satu hal penyebab tergerus bahasa daerah. 

"Nah, selagi mereka tidak malu menggunakan bahasa daerahnya. Ini akan lancar saja. Tapi memang ketika mereka sudah malu menggunakan bahasa daerahnya. Ini akan menjadi suatu kendala, untuk mengenalkan bahasa daerah itu," ujar Rozana. 

Rozana berharap kepada millennial untuk tak melupakan dan malu menggunakan bahasa daerahnya. "Kalian boleh belajar bahasa apa saja, Bahasa Inggris, Belanda, Prancis. Silakan, karena itu akan menambah pengetahuan kalian dalam dunia internasional. Tapi bahasa daerah jangan kalian lupakan. Itu harus kalian sayangi, cintai dan gunakan juga dalam tempat yang sesuai. Jangan lupakan dan jangan malu menggunakannya," imbuhnya.

 

Mahasiswa UGM buat mainan dengan menggunakan bahasa Jawa

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Mainan monopoli Bahasa Jawa karya mahasiswa UGM / Humas UGM

Gerakan millennial di Yogyakarta untuk menyelamatkan Bahasa Jawa telah dilakukan di tahun 2021 lalu. Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan permainan yang diberi nama Lingkar Bregada. 

Permainan edukatif dikembangkan dalam bentuk monopoli yang memuat pengetahuan umum Bahasa Jawa. Monopoli menggunakan 10 bidak bregada (bagian dari penjaga di Keraton Yogyakarta) dalam satu set permainan. Namun, untuk memainkannya hanya dapat dilakukan hingga 4 orang pemain. 

Permainan monopoli tersebut mereka menambahkan tulisan aksara Jawa di bagian depan kartu disertai dengan pertanyaan bermuatan kurikulum lokal Bahasa Jawa. 

“Kurangnya bahan ajar dan keinginan untuk menarik minat pembelajaran Bahasa Jawa bagi anak-anak dengan media pembelajaran yang inovatif, membuat kami tertarik untuk mengembangkan ide ini,” jelas salah seorang mahasiswa Fitriana. 

Baca Juga: Sambut Delegasi DEWG G20, Johnny G Plate Kenalkan Filosofi Jawa 

Para influencer ajak anak muda gunakan bahasa daerah

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?potret Rambo Banten (instagram.com/rambobanten_)

Di Jawa Timur terdapat seorang influencer yang menggunakan Bahasa Jawa. Comedy Sunday misalnya, yang dimotori komedian, Dono Pradana membahas perihal Bahasa Jawa. Dia mempunyai sesi khusus yakni 'Jawa, Jawa, Jawa'. Selain dibungkus dengan jenaka, terdapat edukasi di dalamnya.

Tak hanya di Jawa Timur, Banten juga memiliki banyak content creator yang berhasil memikat pengikutnya. Sebagian content creator di bumi Jawara ini memiliki misi tertentu untuk membawa kembali bahasa daerah Jaseng (Jawa Serang) terdengar di tempat tongkrongan, adalah Bobby.

Millennial asal Kota Serang ini awalnya hanya hobi bernyanyi kemudian meng-upload video ke YouTube dan Instagram. Namun tak disangka videonya ditonton banyak orang.

"Awalnya pakai kamera HP, sekarang sudah menggunakan kamera yang sudah lumayan," kata pemilik akun YouTube Bobob saat berbincang-bincang dengan IDN Times. 

Bobby menjelaskan, alasan dia membuat konten Jasenglish adalah untuk mengajak millennial di Kota Serang tidak malu berbahasa Jaseng di tempat tongkrongan. "Padahal kan itu bahasa daerah orang Sunda aja gak malu pake bahasa Sunda," katanya.

Banten tak hanya mempunyai Bobby yang mengajak millennial tak malu berbahasa Jaseng. Novianusselva alias Ovie yang dikenal dengan julukan Rambo Banten ini juga menyajikan konten video dubbing bernuansa komedi. 

Ovie menjelaskan, alasan utamanya memilih untuk membuat konten bahasa lokal. Menurut dia, bahasa Jaseng sudah jarang terdengar tempat-tempat tongkrongan para kaula muda. Bahkan bahasa Jaseng sangat asing di telinga orang yang berasal dari luar Banten.

Padahal, menurutnya, bahasa lokal merupakan identitas daerah itu sendiri. Boleh berbahas asing, namun jangan tinggalkan bahasa daerah.

"Resah banget karena potensi bahasa lokal (hampir punah) millennial sekarang lebih suka menggunakan bahasa Inggris, kebule-bulean," kata Ovie.

 

Lewat cerita dan kartu permainan, Sekolah Eksperimental Mangunan ajak murid cintai Bahasa Jawa

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Murid sekolah Eksperimantal Mangunan belajar membuat wayang. instagram/smpeksperimantalmanguann

Tak hanya para millennial yang bergerak untuk menyelamatkan bahasa daerah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tepatnya di Kabupaten Sleman, SD dan SMP Eksperimental Mangunan mengajari muridnya berbahasa Jawa dengan cara yang berbeda. 

Salah seorang pengajar Bahasa Jawa kepada IDN Times, Windu Aji memaparkan diperlukan strategi pengajaran khusus agar anak mau mencintai Bahasa Jawa.

"Saya tidak menyuruh anak langsung praktik menggunakan Bahasa Jawa, apalagi aksara Jawa. Tapi saya mengajak mereka untuk tertarik, menyukai Bahasa Jawa dulu. Caranya dengan bermain kartu memakai aksara Jawa, memakai Bahasa Jawa," ujar Windu, Jumat (17/6/2022). 

Cara lain yang digunakannya adalah bercerita tentang budaya dan sejarah Yogyakarta, menurutnya anak-anak selalu menyukai sebuah cerita. "Jika sudah tertarik maka lambat laun anak-anak pasti akan mencarinya sendiri."

Di SMP Eksperimental Mangunan, Windu juga mengajak anak-anak saling berbicara menggunakan Bahasa Jawa, walau terdengar lucu karena dicampur dengan Bahasa Indonesia, namun anak-anak di kelasnya terus-menerus mencoba melakukannya.

"Kita tidak bisa mengelak dan menolak perkembangan bahasa gaul di kehidupan anak-anak, yang bisa kita lakukan bagaimana anak-anak masih mau menggunakan Bahasa Jawa dan mengerti tentang sejarahnya. Caranya ya antara lain dengan permainan dan cerita sejarah Jawa," tutur Windu.        

Pendekatan melalui cerita dan permainan ini membuahkan hasil, suatu saat Pak Windu menerima sebuah surat dari anak didiknya yang berada di tingkat sekolah dasar. 

"Saya pernah mendapat surat dari anak SD Mangunan kelas 4. Dia mengirim surat dengan menggunakan aksara Jawa. Saya rasanya sangat senang sekali ada yang membuat surat seperti itu," imbuh Windu.   

 

Bahasa Daerah Makin Terpinggirkan, Bisakah Berharap pada Millennial?Ilustrasi pemakaian Bahasa Jawa / IDN Times

Tulisan dibuat oleh: Khaerul Anwar,  Indah Permatasari, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Dahrul Amri Lobubun, Ardiansyah Fajar Muhammad Nasir dan Febriana Sinta.

Baca Juga: 8 Peribahasa Jawa Menggunakan Nama Tumbuhan, Unik Banget!

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya