Dilaporkan Kasus Mbah Tupon, Ini Penjelasan Mantan DPRD Bantul

- Mbah Tupon, warga Bantul, alami pergantian kepemilikan tanah dan kredit macet.
- Hery Setyawan laporkan BR ke Polda DIY terkait dugaan kasus mafia tanah.
- BR klarifikasi bahwa peristiwa bermula saat Mbah Tupon berencana pecah tanah untuk wakaf.
Bantul, IDN Times - Kasus mafia tanah menimpa Mbah Tupon, warga Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Tanah pekarangan seluas 1.665 meter persegi tiba-tiba berganti kepemilikan, bahkan diagunkan ke bank hingga alami kredit macet dan pihak bank akan menyita pekarangan.
Merasa tidak menjual tanah atau pekarangan kepada pihak lain dan hanya ingin pemecahan tanah, putra dari Mbah Tupon yakni Hery Setyawan melaporkan BR ke Polda DIY.
Menjadi terlapor dalam dugaan kasus mafia tanah, BR yang diketahui mantan anggota DPRD Bantul dua periode sekaligus mantan Lurah Bangunjiwo, memberikan klarifikasi terkait kasus yang menimpa dirinya hingga berujung ke aparat penegak hukum (APH).
1. Peristiwa berawal pada 2021

Menurut BR, peristiwa itu berawal pada tahun 2021 saat Mbah Tupon bermaksud untuk wakaf tanah bagi kegiatan warga. Bersamaan dengan itu sekalian melakukan pecah tanah.
Selanjutnya ada komunikasi untuk membeli sebagian tanah. Hasil penjualan itu digunakan sebagai biaya proses dan untuk membangun rumah bagi anak Mbah Tupon yang bernama Heri Setyawan.
"Kesepakatan pecah tanah pada tahap pertama melalui notaris yang dipilih oleh keluarga Mbah Tupon, karena ketentuan peraturan yang berlaku bahwa pecah tanah yang dilakukan oleh perorangan maksimal menjadi empat bidang maka pecah tanah yang pertama hanya dilakukan tiga bidang," katanya dalam siaran pers yang diterima IDN Times (Rabu 29/4/2025).
2. Pantau komunikasi Mbah Tupon dan notaris

Menurut BR, dalam perjalanan pecah tanah tahap pertama butuh waktu lama. Pada tahun 2023 akhirnya pecah pertama melalui notaris yang dipilih oleh Mbah Tupon.
Kemudian Mbah Tupon bertanya, apakah dirinya bisa membantu komunikasi dengan notaris lain yang bersedia untuk melakukan pecah sertifikat lagi.
"Saya kemudian mengatakan bahwa ada orang bernama Triono yang siap membantu prosesnya, dan sehari kemudian sertifikat diantarkan oleh Mbah Tupon ke rumah proses selanjutnya yang sudah dibicarakan sebelumnya dengan saya," ujarnya.
Sejak saat itu Mbah Tupon dan Triono melakukan komunikasi langsung tanpa perantara dirinya. "Dalam perjalanan waktu, walaupun Mbah Tupon dan Triono melakukan
komunikasi langsung, namun saya tetap memantau, dengan cara bertanya kepada Mbah Tupon maupun kepada sdr Triono terkait dengan proses pemecahan bidang tanah tersebut," ungkapnya.
3. Ikut dilaporkan ke Polda DIY

BR menjelaskan dalam proses pemecahan sertifikat ternyata Triono meminta
bantuan orang lain yang juga bernama Triono (Triono 2). Setelah itu menurut keterangan dari Triono 1 penandatanganan terkait berkas untuk pecah dilaksanakan di rumahnya Mbah Tupon.
Waktu berjalan sampai akhirnya BR menerima informasi dari Heri Setyawan anak Mbah Tupon bahwa ada orang yang mengaku dari bank PNM akan melelang tanah Mbah Tupon. Mengetahui informasi tersebut, dirinya kemudian mengundang Triono 1 Mbah Tupon dan Heri Setyawan datang ke rumah untuk mediskusikan terkait dengan hal tersebut.
"Setelah berdiskusi akhirnya saya menyarankan kepada Triono 1 dan Heri Setyawan untuk melaporkan hal tersebut ke Polda DIY."
Menerima informasi tersebut, kemudian Mbah Tupon, istrinya, anaknya bersama dengan beberapa kerabatnya datang ke rumah untuk berdiskusi dan mencari jalan terbaik karena Mbah Tupon tidak pernah merasa mengalihkan atau menjual tanahnya kepada orang lain.
"Dikarenakan kondisi Mbah Tupon yang buta huruf dan pendengaran berkurang, maka laporan di Polda DIY dilakukan oleh anaknya yang bernama Heri Setyawan. Namun dalam proses pelaporan di Polda DIY ternyata justru saya juga ikut dilaporkan sebagai terlapor, sehingga yang dilaporkan lima orang," tandasnya.