Sri Sultan HB X Minta Warga Hentikan Tradisi Brandu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran kegiatan brandu atau porak yang merupakan tradisi warga membagi dan mengonsumsi daging hewan ternak yang mati atau terlihat sakit, masih berlangsung. Beberapa kali ternak mati atau sakit yang dibrandu, menjadi penyebab antraks.
"Makanya itu saya heran. Saya kasih catatan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pertanian (Dinas Pertanian dan Ketahanana Pangan/DPKP DIY), kenapa selalu berulang," ungkap Sri Sultan, di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (14/3/2024).
1. Masyarakat perlu diedukasi agar tidak ada lagi brandu
Sri Sultan mengingatkan pentingnya peningkatan literasi dan edukasi di masyarakat, agar tradisi brandu tidak berulang. Sultan menilai seharusnya peternak memahami kondisi hewan ternaknya, jika sedang tidak sehat.
"Mungkin perlu literasi yang baik kepada masyarakat dan peternak ya, bagaimana untuk jaga ternak dan menjaga diri, dari kemungkinan antraks itu agar tidak terulang. Kan hanya beberapa bulan terjadi, sekian bulan selalu terulang gitu. Mosok peternak sapi gak paham kalau sapinya nglentruk, diam saja, lemas, tidak curiga kan gak mungkin. Mestinya ya diobati, jangan malah dipotong," imbuh Sultan.
2. Sultan sebut belum saatnya status KLB antraks untuk DIY
Sementara saat ditanya kemungkinan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk antraks, Sultan menilai belum saatnya. Namun, bukan tidak mungkin jika ada dasar yang berkembang.
"Saya kira belum (penetapan status KLB), kecuali kalau memang ada dasar (kasus antraks) berkembang. Kalau tidak, bisa terlokalisasi kan lebih baik," kata Sultan.
Baca Juga: Hasil Laboratorium BBVet, Ternak Mati di Sleman Positif Antraks
Baca Juga: 45 Warga Sleman dan Gunungkidul Suspek Antraks, 1 Orang Meninggal
3. Syarat diberlakukannya KLB antraks
Sebelumnya, Kepala Dinkes DIY, Pembajun Setyaningastutie mengungkapkan KLB antraks bisa diberlakukan jika memenuhi dua syarat. Pertama, apabila tahun sebelumnya tidak ada antraks, namun tahun ini ditemukan. Kedua, apabila kasusnya lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Pembajun menyebut penentuan KLB merupakan kewenangan bupati dan walikota. "Sekali lagi KLB ini kan kewenangan dari daerah setempat baru provinsi," ujar Pembajun.
Diketahui tradisi brandu menjadi penyebab puluhan warga Padukuhan Kayoman, Serut, Gedangsari, Gunungkidul dan Kalinongko Kidul, Gayamharjo, Prambanan, Sleman, menjadi suspek antraks
Baca Juga: 5 Toko Roti Milk Bun di Jogja, Tak Perlu Repot Pakai Jastip