Sosiolog UGM: Pilih Capres yang Wujudkan Ide Bukan Nambah Masalah  

Bukan popularitas, ide dan gagasan calon pemimpin jadi utama

Sleman, IDN Times - Menjelang Pemilu 2024, Sosiolog UGM Arie Sudjito mengingatkan proses memilih pemimpin adalah keputusan krusial yang tidak bisa disepelekan. Bukan perihal hanya bertumpu pada popularitas atau sekedar calon yang mampu membeli suara dengan uang, tetapi calon pemimpin seharusnya bisa mewujudkan ide dan gagasannya untuk mengurai masalah bangsa, bukan sebaliknya justru melahirkan masalah.

"Atas dasar itu maka kita perlu melakukan penyadaran kepada publik betapa strategisnya pemilu melalui proses repolitisasi, karena merepolitisasi demokrasi artinya mendorong agar politik difungsikan dengan benar dan dengan dasar nilai serta tidak sekedar menjalani secara dangkal apalagi sekedar agenda rutin tanpa makna," ucap Arie dalam Seminar Nasional Pemilu 2024: Tantangan Repolitisasi dan Menakar Kepemimpinan di University Club Hotel UGM, Senin (5/6/2023).

 

1. Kriteria reformulasi politik demokrasi dan arah perubahan substansial pemimpin nasional

Sosiolog UGM: Pilih Capres yang Wujudkan Ide Bukan Nambah Masalah  Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara Ketua Social Research Center Universitas Gadjah Mada (SOREC UGM), AB. Widyanta menyebut reformulasi politik demokrasi dan arah perubahan substansial pemimpin nasional Indonesia masa depan bertumpu pada lima kriteria. Salah satu Kriteria adalah memiliki intelektualitas untuk kebaikan bersama (bonum commune). 

Kriteria kedua yaitu kapasitas mengorkestrasi kinerja aktor-aktor dalam beebagai tegangan kekuasaan demi kesejahteraan bersama. Ketiga, kepiawaian mengatasi fundamentalisme pasar berdalil cateris paribus. Keempat, keberanian menegakkan supremasi hukum demi rasa keadilan publik. "Kelima, kepuguhan komitmen dan sikap untuk memuliakam hak asasi manusia, hak politik, dan hak sipil setiap warga negara," kata AB. Widyanta 

Substansi kualitas pemimpin tersebut secara rutin perlu didorong sebagai nilai utama yang menjadi aras utama perubahan masa depan. Sejauh ini sirkulasi kepemimpinan telah berjalan rutin sejak 1999 melalui lembaga legislatif dan eksekutif. Namun hasil yang didapatkan belum maksimal dan masih banyak kritik yang ditujukan pada pilar demokrasi tersebut.

Secara bersamaan, nama-nama baru dan lama beranjak menuai popularitas di kalangan masyarakat sebagai tokoh yang diharapkan mampu mengawal perbaikan substansi kualitas kepemimpinan masa depan.

2. Sejumlah nama tokoh bermunculan jelang Pilpres

Sosiolog UGM: Pilih Capres yang Wujudkan Ide Bukan Nambah Masalah  Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

PolMark Indonesia sebagai lembaga survei yang akuntabel mengeluarkan hasil survei 'Peta Kompetisi Menuju Pilpres 2024' menampilkan elektabilitas bacapres nasional yang dipertimbangkan masyarakat. Terdapat beberapa nama tokoh populer yang muncul dengan persentase besar, dan beberapa nama baru turut diperhitungkan.

"Popularitas tokoh di berbagai kanal media mempengaruhi posisinya di mata publik. Para calon pemimpin ini seharusnya dilihat masyarakat, adalah mereka yang memiliki kualitas pemimpin yang kontekstual dengan perkembangan Indonesia terkini dan proyeksi perubahan di masa depan," ujar CEO PolMark Indonesia & Konsuktan Eksekutif PKB, Eep Saefulloh Fatah.

Baca Juga: Pakar UGM: Ada Pernyataan 'Cawe-Cawe' Jokowi Potensi Kontroversial

3. Ide dan gagasan calon pemimpin seharusnya menjadi yang utama

Sosiolog UGM: Pilih Capres yang Wujudkan Ide Bukan Nambah Masalah  Ilustrasi Pemilu. (IDN Times/Mardya Shakti)

Senada hasil survei tersebut, peneliti senior, Dodi Ambardi mendapati secara populer kualitas kepemimpinan selalu diartikan sebagai kualitas kepribadian seorang pemimpin, seperti ketegasan, kedisiplinan, kepintaran, kejujuran, dan sejenisnya.

"Hal-hal tersebut umum terjadi, namun hanya separuh saja mengungkap kualitas kepemimpinan, yang terlewat adalah kemampuan pemimpin melacak masalah pokok di Indonesia dan memberikan visi inspiratif yang bisa menggerakan publik. Inilah pentingnya pemimpin mampu mengajak Indonesia, bukan hanya sibuk dengan basis sosialnya saja," ujar Dodi.

Dodi mengatakan Pemilu menjadi arena kontestasi dimana para calon pemimpin membangun dukungan dari masyarakat yang merupakan penentu atas keterpilihan calon pemimpin. "Ide dan gagasan yang dimiliki setiap calon pemimpin menjadi nilai yang diadu dalam Pemilu, bukan sekedar bertempu pada popularitas tokoh semata," tegasnya.

 

Baca Juga: Pakar UGM: Sistem Pemilu Masih Bisa Diubah ke Proporsional Tertutup

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya