Resmi Dibuka, PBTY XVIII Jadi Pemersatu Keragaman Jelang 2024

Ayo ke Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta!

Yogyakarta, IDN Times - Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII dengan tajuk Bangkit Jogjaku untuk Indonesia resmi dibuka di Kampung Ketandan, Kota Yogyakarta, Senin (30/1/2023). Gelaran PBTY XVIII yang akan berlangsung hingga Minggu (5/2/2023) menjadi harapan menjaga guyub rukun keberagaman.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengungkapkan gelaran PBTY menjadi semakin bermakna, karena bisa merasakan suasana kehidupan yang menandai betapa kayanya keragaman suku-suku bangsa yang hidup di Jogja, sebagai taman sarinya Indonesia.

"Suasana guyub-rukun ini perlu kita hidup-hidupkan, khususnya menjelang pesta demokrasi serentak tahun 2024. Atas situasi itu, kita harus berhati-hati dalam perkataan dan tindakan, agar tidak disalahartikan, yang bisa berakibat renggangnya kohesi sosial. Untuk itulah, momen Pekan Budaya Tionghoa saya anggap sebagai rintisan kultural dalam kehidupan berbangsa, seiring temanya Bangkit Jogjaku untuk Indonesia," ungkap Sultan.

1. Memperkokoh persatuan dan kesatuan

Resmi Dibuka, PBTY XVIII Jadi Pemersatu Keragaman Jelang 2024Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII Tahun 2023. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Diungkapkannya dalam sambutannya, Sultan turut mensyukuri Tahun Baru Imlek 2574 pada 22 Januari 2023 yang lalu, baik dalam kapasitas Gubernur maupun selaku pribadi.

"Saya ikut mengucapkan Selamat, semoga banyak rezeki, Gong Xi Fat Chai. Konon, dalam kosmologi China, unsur air dalam tahun Kelinci Air ini membawa aura kelembutan dan sikap adaptif. Kelembutan dan adaptasi inilah yang berpeluang menciptakan kedamaian guna memperkokoh persatuan dan kesatuan di tengah berbagai kebhinnekaan," ujar Sultan.

Mirip dengan budaya Tionghoa, dalam budaya Jawa, elemen air memiliki sifat luwes namun menyimpan kekuatan. Dalam keadaan normal, air mempunyai sifat tenang, tidak pernah menghancurkan atau menyingkirkan benda-benda yang menghalangi arusnya.

"Andai ada batu atau pohon, air senantiasa melaluinya dengan amat ‘luwes’, air itu melewati halangan tanpa adanya korban," ungkap Sultan.

Sultan mengharapkan sebagai bangsa, tentu agar penanda makro kosmos itu bisa dikonversi menjadi kaidah penuntun hidup mikro kosmos dalam kehidupan bermasyarakat-bangsa. "Tindak lanjutnya, tidak hanya berhenti memaknainya sekadar pada ajaran kebaikan semata, tetapi hendaknya bisa dialirkan menjadi ujaran dan perbuatan kebaikan yang menyejukkan bagi sesama anak bangsa," ujarnya.

Baca Juga: Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Yuk Cek Jadwal Kegiatannya

2. Membangun semangat keIndonesiaan yang majemuk

Resmi Dibuka, PBTY XVIII Jadi Pemersatu Keragaman Jelang 2024Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII Tahun 2023. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Sultan mengungkapkan kaitan Pekan Budaya ini, dapat menjadi peristirahatan sejenak, untuk merenung kembali bagaimana membangun semangat keindonesiaan yang kini kerap terlanda oleh hawa panas, baik dari dalam maupun luar negeri, yang bisa berpotensi menjadi disintegrasi sosial.

Pekan Budaya kali ini juga menjadi momentum aktualisasi. Jika budaya memang menjadi ciri suatu bangsa, yang diperoleh lewat proses belajar dan interaksi, maka proses itu tentunya adalah proses integratif dalam hidup yang penuh toleransi. Hal ini, selaras dengan sejarah bangsa Tionghoa di Nusantara berabad-abad lalu, yang datang dari Fujian, Tiongkok Selatan, dan telah berakulturasi menjadi bangsa Indonesia.

Proses akulturasi itu menghasilkan berbagai ragam bahasa, masakan, kesenian, dan hasil karya-karya unik dan diakui sebagai khas daerah, selain memperkaya bahasa lokal dari serapan bahasa China. Upaya saling memahami budaya antaretnis sungguh penting, sebab merupakan cikal-bakal terciptanya kedamaian permanen dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Oleh sebab itu, setiap Pekan Budaya yang digelar setiap tahun ini, hendaknya selalu diusahakan sebagai media yang mengarah ke integrasi sosial-budaya. Seperti halnya Wayang Potehi yang mengadopsi wayang kulit menjadi Wacinwa, Wayang Cina-Jawa," ujarnya.

3. Turut gerakkan ekonomi

Resmi Dibuka, PBTY XVIII Jadi Pemersatu Keragaman Jelang 2024Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII Tahun 2023. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Dalam perspektif ekonomi, Pekan Budaya ini tentu dampak ekonominya juga tidak hanya berputar di seputar Kampung Ketandan saja. Tetapi juga juga bisa menjadi sarana mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan kesalahpahaman sosial-budaya. "Dengan visi dan harapan seperti itulah, Pekan Budaya ini sudah selayaknya diwujudkan sebagai integrasi sosial, ekonomi dan budaya menuju Indonesia Baru yang lebih menyatu," ujar Sultan.

Ketua Umum Panitia Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII, Sugiarto Hanjin juga menegaskan bahwa PBTY ini sebagai wujud pelestarian, pengenalan serta sebagai upaya membangkitkan ekonomi.

Ketua Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) Tandean Hary Setio mengatakan setelah menghadapi pandemi Covid-19 selama tiga tahun terakhir. PBTY kali ini menjadi momentum kebangkitan. "Harus bangkit mendukung satu sama lain. Terutama untuk ekonomi masyarakat DIY dan Indonesia pada umumnya," kata Hary.

Baca Juga: 10 Agenda di Bulan Februari, Konser hingga Gowes Keliling Jogja    

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya