Permudah Pemahaman, Wisata Dark Tourism Butuhkan Story Telling

Dark tourism perlu diiringi refleksi tragedi

Intinya Sih...

  • Dark tourism tumbuh pesat di Indonesia, termasuk Museum Sisa Hartaku dan Bunker Kaliadem
  • Kawasan wisata masih dikelola warga, perlu penataan profesional dan story telling yang baik
  • Pengelolaan wisata konservasi harus disertai awareness tentang kondisi lingkungan untuk dampak ekonomi yang bagus

Yogyakarta, IDN Times – Perkembangan konsep wisata di Indonesia saat ini tumbuh pesat dan menarik.  Tren wisata pun tak hanya mengunjungi tempat yang memiliki pemandangan memesona, kali ini beberapa tempat unik menjadi incaran para wisatawan. Salah satunya adalah mengunjungi ke tempat-tempat terjadinya tragedi di masa lampau, atau disebut sebagai dark tourism. 

Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam lamannya menyebut, salah satu tempat wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang termasuk kategori dark tourism adalah rumah Mbah Maridjan.   

Mbah Maridjan merupakan juru kunci atau penjaga Gunung Merapi, yang meninggal dunia saat terjadi erupsi Merapi tahun 2010. Sejumlah peninggalan Mbah Maridjan, serta foto kedasyatan erupsi Merapi, saat ini dipamerkan untuk wisatawan di lokasi kediaman Mbah Maridjan, sehingga menjadi sebuah saksi sejarah, yang diberi nama Museum Sisa Hartaku. 

 


 

1. Perlu digarap secara profesional

Permudah Pemahaman, Wisata Dark Tourism Butuhkan Story TellingKetua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (GIPI DIY), Bobby Ardyanto Ajie. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (GIPI DIY), Bobby Ardyanto Setyo Ajie menyebut Museum Sisa Hartaku, memiliki potensi besar untuk dikembangkan. 

Ia mengungkapkan, saat ini destinasi tersebut masih dikelola warga, sehingga kondisnya belum optimal. Menurutnya kawasan wisata tersebut masih bisa dikelola secara profesional.
 
“Seharusnya pemerintah bertanggung jawab untuk itu, tidak hanya warga saja. Masyarakat masih mengistilahkan dengan sangat sederhana. Story telling yang baik harus dibuat, justru jangan jadi pengingat yang buruk,” ungkapnya, Jumat (30/8/2024).

2. Gerakkan ekonomi masyarakat

Permudah Pemahaman, Wisata Dark Tourism Butuhkan Story Tellingilustrasi uang (unsplash.com.Mufid Majnun)

Tak hanya Museum Sisa Hartaku, Bunker Kaliadem juga termasuk dalam kategori dark tourism. Lokasi ini merupakan tempat tempat meninggalnya dua relawan saat erupsi Merapi di tahun 2006. Untuk itu diperlukan narasi story telling, penataan dan pengelolaan sebagai tempat wisata yang merupakan bagian saksi sejarah. 

“Itu sebenarnya bagus, narasinya reminder buat kita semua. Saya pikir itu bisa ditata dengan baik, mencakup narasi yang baik. Bagus itu bagian saksi sejarah, cuma penataan saja,” ungkap Bobby. 

Baca Juga: Kembangkan Wisata, Merapi Park Jogja Gandeng Komunitas

3. Dark tourism perlu diiringi refleksi tragedi

Permudah Pemahaman, Wisata Dark Tourism Butuhkan Story TellingMuseum Sisa Hartaku (wonderfulimages.kemenparekraf.go.id)

Pengamat Pariwisata dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ike Janita Dewi menyebut kategori dark tourism perlu diiringi dengan refleksi tragedi. Hal tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi pengunjung.
 
Ike menyebut dark tourism bukanlah suatu yang salah, namun saat ini masih menjadi perdebatan. “Dark tourism itu harus ada panduan untuk merefleksikan tragedi tersebut,” ungkap Ike. 

“Kami pernah menyarankan ke Dinas Pariwisata Sleman, yang perlu diperkuat bagaimana orang bisa merefleksikan. Bagaimana tragedi kemanusiaan, bencana alam bisa menghilangkan nyawa manusia, bisa menghormati yang hidup,” ucap Ike.

4. Perlu merapikan data tentang terjadinya bencana

Permudah Pemahaman, Wisata Dark Tourism Butuhkan Story TellingKawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi di wilayah Kaliadem, Sleman. IDN Times/Febriana Sinta

Ike mengatakan wisatawan yang berkunjung ke lokasi Museum Sisa Hartaku, maupun Bunker Kaliadem, selalu menghormati lokasi tersebut. "Yang menjadi masalah ketika ada yang orang justru tertawa-tawa atau tidak menunjukkan rasa hormat. Di sana wisatawan dengan sendirinya merasa terhenyak menurut saya. Mereka tidak melakukan perbuatan yang tidak menghormati. Saya beberapa kali di sana,” ucap Ike.

Selain refleksi kehidupan, tempt wisata tersebut dapat menjadi wisata edukasi. Wisatawan bisa belajar bagaimana aktivitas Gunung Merapi. “Bahwa lava suhunya berapa, magma suhu berapa, turun dengan kecepatan berapa, wedus gembel itu. Kan interpretasi itu belum ya. Masih hanya beberapa foto saja,” pungkasnya. 

Baca Juga: Syahdunya Bunker Kaliadem, Wisata di Kaki Gunung Merapi 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya