Pengamat Minta Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tak Lebih Dua Digit

Tarif cukai dua digit dinilai suburkan rokok ilegal

Yogyakarta, IDN Times - Kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), dinilai memberatkan pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT). Jika pemerintah tetap melanjutkan rencana kenaikan cukai, sejumlah pihak merekomendasikan agar tidak lebih dari dua digit dan sesuai dengan tingkat inflasi yang terjadi saat ini.

 

1. Pemerintah perlu meninjau rumusan tarif cukai

Pengamat Minta Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tak Lebih Dua DigitKalkulator (pixabay.com)

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho berpendapat bahwa jika menaikkan tarif cukai di tahun 2025, Pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai. Rumusan yang baku, transparan, dan jelas sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan keberlangsungan IHT. 

“Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dijadikan saat ini bagi para Pemerintah dalam menentukan besaran cukai CHT. Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5 persen, lalu inflasi di angka 3 persen dan faktor kesahatan tidak lebih dari 1 persen, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9 persen. Sehingga pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang dua digit tersebut produksi dari industri hasil tembakau itu menurun dan penerimaan negara dalam bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun,” ungkap Andry, Senin (22/4/2024).

2. Pengendalian konsumsi rokok tidak hanya pada tarif cukai

Pengamat Minta Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tak Lebih Dua DigitMural 'Gempur Rokok Ilegal' di Jalan Kebangkitan Nasional, Surakarta, Sabtu (2/12/2023) (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Andry melanjutkan, pengendalian konsumsi rokok tidak hanya terletak pada tarif cukai saja, tetapi juga pada insentif dan fiskal. Apalagi kenaikan cukai yang eksesif bagi IHT akan berdampak ke sektor lain yang terkait seperti pertanian, padat karya, tenaga kerja, dan juga ritel. “Sampai saat ini belum ada arah yang jelas ke sana, dan masih bersifat memaksa, karena kalau kita hanya fokus pada kenaikan tarif cukai pasti akan berimplikasi pada meningkatnya rokok ilegal,” jelasnya.

Tingginya peredaran rokok ilegal pun terlihat dari penindakan yang dilakukan Bea Cukai sepanjang 2023. Melalui Operasi Gempur Rokok Ilegal tahap dua ditemukan peredaran rokok ilegal melalui PJT mengalami peningkatan dengan jumlah barang hasil penindakan mencapai 73,5 juta batang.

Baca Juga: Risiko Konsumsi Vape dan Rokok secara Bergantian

3. Pemerintah harus serius membendung maraknya rokok ilegal

Pengamat Minta Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tak Lebih Dua DigitPeredaran rokok ilegal jadi salah satu tantangan dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, turut menyoroti kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024 juga dinilai tidak mampu membendung maraknya perpindahan konsumsi ke rokok murah dan rokok ilegal. Dia mengimbau pemerintah lebih serius menutup usaha rokok ilegal untuk meningkatkan penerimaan negara. 

“Permasalahannya kalau rokok ilegal dengan harga Rp15 ribu itu semuanya masuk ke perusahaan, sedangkan rokok legal yang masuk ke perusahaan hanya 25 persen, selebihnya masuk ke negara berupa cukai. Berarti apabila rokok legal dengan harga Rp35 ribu maka hanya sekitar Rp8-9 ribu yang masuk ke perusahaan untuk biaya produksi, karyawan, dan keuntungan. Ya, pasti kalah kalau (yang legal) mau melawan yang ilegal," kata dia.

Fakta lainnya populasi sejumlah pabrik rokok semakin tergerus, dari 4.700 lebih pabrik di tahun 2019, hanya berjumlah 1,000-an di tahun 2021. 

Baca Juga: Sampah di Sejumlah Titik Jalan Kota Jogja, Ini Kata Pj Wali Kota

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya