Peneliti UGM: Tiap Pemudik Adalah Wisatawan, Potensi bagi Ekonomi

Pelaku wisata perlu bikin pemudik nyaman

Intinya Sih...

  • Mudik selalu diikuti dengan tingkat kunjungan wisatawan, yang akan turut menggerakan perekonomian daerah tujuan.
  • Tradisi mudik memberikan dampak multiplier effect bagi perekonomian, meningkatkan sektor pariwisata dan belanja masyarakat serta konsumsi rumah tangga.
  • Puncak arus mudik terjadi 5-7 April, dengan DIY diperkirakan akan menerima 6,5 juta pemudik dan jumlah wisatawan diprediksi akan meningkat.

Sleman, IDN Times - Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Destha Titi Raharjana menyebut fenomena mudik selalu diikuti dengan tingkat kunjungan wisatawan. Pergerakan pemudik akan turut menggerakan perekonomian.

Mudik sebagai fenomena budaya yang sudah berlangsung lama, jutaan orang melakukan perjalanan ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI memperkirakan sebanyak 193,6 juta penduduk akan melakukan mudik lebaran tahun ini, atau naik sekitar 60 persen dibanding tahun 2023 lalu.

1. Dongkrak pariwisata dan ekonomi

Peneliti UGM: Tiap Pemudik Adalah Wisatawan, Potensi bagi EkonomiCandi Prambanan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Destha mengatakan tradisi mudik mampu memberikan dampak multiplier effect bagi perekonomian yang menjadi daerah tujuan mudik. Sebab, setiap pemudik adalah wisatawan yang akan berkesempatan mengunjungi destinasi wisata dan membelanjakan uangnya sepanjang perjalanan sehingga membangkitkan kegiatan usaha UMKM.

"Kegiatan mudik lebaran bisa meningkatkan sektor pariwisata. Selain tujuannya pulang kembali ke kampung halaman, para pemudik yang berkesempatan melihat daya tarik wisata sehingga bisa menambah pendapatan masyarakat sekitar," kata Destha, beberapa waktu lalu.

2. Ekosistem pariwisata yang baik harus diwujudkan

Peneliti UGM: Tiap Pemudik Adalah Wisatawan, Potensi bagi EkonomiPeneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Destha Titi Raharjana. (Dok. Istimewa)

Selain menambah pendapatan asli daerah lewat tiket masuk wisata dan parkir, arus mudik juga dapat meningkatkan belanja masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah bersama penyedia jasa serta pelaku wisata memastikan tumbuhnya ekosistem pariwisata yang nyaman bagi pengunjung dalam rangka mewujudkan destinasi wisata yang bertanggung jawab.

"Pelaku usaha jasa wisata harus mampu melayani secara proporsional, jangan sampai merusak citra wisata hanya karena menaikkan harga dengan alasan aji mumpung atau memberikan layanan yang kurang baik," papar Destha.

Menurut Destha perlu dihindari hal-hal yang membuat perlakuan yang tidak nyaman pada wisatawan. Penting bagi kelompok sadar wisata untuk menjaga citra lokasi wisata dengan baik. "Saya kira penyedia jasa dan pemudik perlu menyiapkan segala hal secara saksama agar mendapatkan layanan yang memadai tidak sampai menimbulkan kekecewaan," tegasnya.

3. Membludaknya orang, sampah perlu jadi perhatian

Peneliti UGM: Tiap Pemudik Adalah Wisatawan, Potensi bagi EkonomiTPST Tamanmartani. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Seperti diketahui, hasil survei dari Kementerian Perhubungan bahwa puncak arus mudik akan terjadi pada 5-7 April dan arus balik terjadi pada 14-15 April. Adapun tiga provinsi yang paling banyak jadi tujuan utama mudik lebaran adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 31,8 persen, Jawa Timur 19,4 persen, dan Jawa Barat 16,6 persen.

Sementara di DIY, menurut dari Dinas Perhubungan DIY diperkirakan jumlah pemudik yang masuk ke DIY sebanyak 6,5 juta pemudik. Selain itu, arus mudik dan jumlah wisatawan di masa libur lebaran diprediksi akan meningkat dibanding tahun sebelumnya apalagi tol Jogja-Solo dioperasikan secara fungsional pada mudik lebaran tahun ini.

Namun yang menjadi persoalan menurut Destha adalah pengelolaan sampah yang dihasilkan selama masa mudik berlangsung yang perlu diantisipasi oleh Dinas Lingkungan Hidup DIY agar sampah tidak menumpuk di bak penampungan atau berserakan di area ruang publik. Belum lagi sampah dan limbah dari industri perhotelan dan restoran. “Jangan sampai ruang publik yang menjadi kumuh karena sampah,” katanya.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya