Pendopo Kedhaton Ambarrukmo, Tempat Tinggal Pilihan Sri Sultan HB VII

Sri Sultan HB VII tinggalkan keraton dan hidup di Ambarrukmo

Sleman, IDN Times - Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, bangunan bersejarah ini terletak di sisi barat bangunan hotel, diapit antara Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta dan Plaza Ambarrukmo.

Bangunan yang merupakan cagar budaya dan menjadi salah satu bangunan utama dari kesatuan kompleks Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo, awalnya dibuat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II, dilanjutkan pembangunannya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono V. Akhirnya tempat ini disempurnakan Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang dikenal sebagai “Sultan Sugih” yang berarti Sultan yang kaya raya.

Kanjeng Gusti Pangeran Harya Adipati Mangkubumi lah yang memberikan nama Ambarrukmo, beliau adalah adik laki-laki dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Ambarrukmo, mulanya dibangun sebagai tempat mesanggrah atau tempat peristirahatan dan singgkeraton. Akhirnya tempat ini beralih fungsi menjadi sebuah tempat tinggal.

1. Sri Sultan Hamengku Buwono VII menetap di Pesanggrahan Ambarrukmo

Pendopo Kedhaton Ambarrukmo, Tempat Tinggal Pilihan Sri Sultan HB VIIwww.kratonjogja.id/

Pada 27 Oktober 1920, Sri Sultan Hamengku Buwono VII mengajukan mundur atau berhenti menjabat sebagai Sri Sultan melalui surat pengunduran diri. Setelah resmi turun tahta, beliau menetap dan tinggal di Pesanggrahan Ambarrukmo. Hal ini mengubah penyebutan yang awalnya sebagai pesanggrahan menjadi tempat singgah dan kini menjadi Kedhaton Ambarrukmo. Hal ini dilakukan mengingat yang menempati kawasan Ambarrukmo adalah Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Sekalipun tidak lagi menjabat sebagai Sultan, namun tetap menggunakan protokoler Keraton, baik keprajuritan maupun protokoler bentuk arsitektur bangunannya.

Dengan menaiki kereta Kencana Kiai Garuda Yaksa, perjalanan beliau dari Keraton Yogyakarta menuju Kedhaton Ambarrukmo ditandai dengan 19 kali tembakan meriam dan disertai iringan arak-arakan dari warga Yogyakarta. Setelah pindah dan tinggal di Kedhaton Ambarrukmo, keseharian beliau dihabiskan di tempat ini, hingga Sri Sultan Hamengku Buwono VII wafat di Kedhaton Ambarrukmo dan dimakamkan di Makam Raja-raja Mataram, Pajimatan Imogiri.

Tidak hanya dikenal sebagai bangunan yang kaya akan nilai sejarah, setiap bentuk, struktur, dan ornamen di Pendopo Agung Ambarrukmo memiliki makna dan filosofi masing-masing. Seperti hiasan yang bernama Putri Mirong di pilar penyangga pendopo yang menandakan kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan serta sebagai visualisasi kehadiran sosok Ratu Pantai Selatan, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul. Hiasan ceplok melati atau wajikan yang terdapat di langit-langit pendopo juga menyimbolkan sifat kejujuran. Ornamentasi pada pendopo umumnya melambangkan kesuburan, keindahan, dan juga kebaikan.

2. Pendopo menjadi bagian cagar budaya

Pendopo Kedhaton Ambarrukmo, Tempat Tinggal Pilihan Sri Sultan HB VIIKompleks Cagar Budaya Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo.IDNTimes/Febriana Sinta

Kini Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo merupakan kesatuan dari Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo telah menjadi bagian salah satu cagar budaya dan terbuka untuk umum, serta menjadi salah satu pilar pelestari Kebudayaan terutama Kebudayaan Jawa khususnya Yogyakarta. Selain menjadi saksi bisu sejarah dengan bentuk bangunan beserta instrument arsitekturnya, Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo telah dilengkapi dengan seperangkat instrumen gamelan dengan laras slendro beserta seperangkat wayang kulit khas Yogyakarta.

Gamelan yang berada di Kompleks Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo tersebut berada di dalam area yang disebut nDalem Ageng atau bangunan inti rumah yang terletak di tengah. Gamelan diberikan nama Kiai Yasa Arum, yang berarti ‘menciptakan atau membuat yang baik, agar menjadi baik’. Yasa bermakna “membuat atau menciptakan”, Arum bermakna baik dan harum. Secara harafiah keberadaan Gamelan Kiai Yasa Arum adalah sebagai sarana agar keharuman dan kebaikan Kebudayaan Jawa tetap melekat dan diingat serta senantiasa menebarkan energi baik melalui bunyi suara gamelan.

Kiai Yasa Arum merupakan gamelan dengan laras slendro, memiliki warna dominan hijau tua sesuai dengan identitas warna Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo dan kombinasi antara warna emas dan merah. Hal ini adalah cermin sifat dan sikap yaitu ngetutke babon atau mengikuti induk, sebagai norma agar selalu menghormati yang lebih tua. Tidak hanya warna, motif ornamen pada gamelan juga mengadopsi dari motif ukiran yang sama dengan Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, seperti motif “Putri Mirong, Tlacapan, Wajikan, Praba” dan lain- lain.

Selain Gamelan, keberadaan wayang di Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo juga merupakan satu set wayang lengkap gaya klasik Yogyakarta dengan ragam tokoh-tokoh Wayang dari cerita Mahabharata. Tidak hanya itu, yang dinilai istimewa adalah terdapat pula wayang tokoh Sri Sultan Hamengku Buwono VII, yang disebut Wayang Kaping Piton, hal ini adalah simbol yang mencerminkan sifat memuliakan atau menghormati beliau (Sri Sultan Hamengku Buwono VII) sebagai sosok yang identik dengan keberadaan Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo. Wayang Kaping Piton adalah wayang yang merupakan satu-satunya di Yogyakarta.

Baca Juga: Kaesang-Erina Jadi Gelar Resepsi di Royal Ambarrukmo?

3. Aktivitas budaya dan terbuka untuk umum

Pendopo Kedhaton Ambarrukmo, Tempat Tinggal Pilihan Sri Sultan HB VIIGeneral Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Herman Courbois. (IDN Times/Herlambang Jati)

General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Herman Courbois mengatakan Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang kini dipercaya untuk mengelola pendopo turut menghidupkan kembali suasana dengan mengadakan kegiatan yang dikemas dalam bentuk pendopo activity. Artinya adalah kegiatan-kegiatan kesenian seperti tari kreasi jawa, suling bambu, siteran, jemparingan, macapat dan kelas biola yang diadakan di kompleks Pesanggrahan khususnya Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo. Tidak jarang pula tempat ini menjadi tempat untuk digunakan upacara tradisional adat Jawa, seperti pernikahan, siraman, dan sebagainya.

“Saya punya prinsip sebagai hotel harus setiap hari ada aktivitas budaya, dan itu macam-macam. Supaya generasi muda tetap bisa menjaga wibawa dan budaya Jawa. Terbuka untuk masyarakat umum aktivitas ini, kami juga bekerja sama dengan berbagai pihak,” ujar Herman.

Baca Juga: Menikah di Pendopo Royal Ambarrukmo Harus dengan Adat Jawa

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya