Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pemkot Yogyakarta Optimalkan TPPS-Posyandu Tekan Angka Stunting

Ilustrasi balita (ANTARA FOTO/Auliya Rahman)
Intinya sih...
  • Pemkot Yogyakarta fokus pada intervensi TPPS di Kemantren dan Kelurahan serta mengoptimalkan peran 622 Posyandu untuk menekan prevalensi stunting.
  • Prevalensi stunting di Kota Yogya tahun 2022 adalah 13,8 persen, melampaui target nasional 14 persen. Survei terbaru menunjukkan angka sekitar 11,76-16,8 persen.
  • Dilakukan penimbangan dan pengukuran baduta secara nasional mulai 1 Juni mendatang serta inovasi seperti pembentukan dapur balita di tiap Posyandu untuk pencegahan stunting.

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta terus berupaya untuk menekan prevalensi stunting, dengan berfokus pada intervensi spesifik dan sensitif Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kemantren dan Kelurahan. Selain itu Pemkot Yogyakarta juga mengoptimalkan peran 622 Posyandu di Kota Yogyakarta.

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Sarmin mengatakan, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka prevalensi stunting Kota Yogya tahun 2022 berada di 13,8 persen. Angka tersebut telah melampaui target nasional sebesar 14 persen.

1. Hasil survei Dinkes dan SKI

Ilustrasi balita (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Survei dari Dinas Kesehatan (Dinkes) di akhir tahun 2023 prevalensi stunting di Kota Yogyakarta adalah 11,76 persen berdasarkan kedatangan bayi di bawah dua tahun atau baduta ke Posyandu. Namun dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) sebesar 16,8 persen, urutan kedua setelah Kabupaten Sleman yaitu 12,4 persen, sementara kabupaten lain di DIY lebih dari 20 persen.

"Tentu ini menjadi pekerjaan kita bersama, untuk menekan angka stunting supaya turun secara signifikan di tahun 2024," ujar Sarmin, Senin (27/5/2024).

Pihaknya juga mengatakan mulai 1 Juni mendatang akan dilakukan penimbangan dan pengukuran baduta secara nasional, untuk mengetahui angka secara pasti berapa prevalensi stunting di setiap wilayah. Tidak hanya menyasar bayi di bawah dua tahun, tapi juga ibu hamil, ibu pasca persalinan dan calon pengantin sebagai salah satu upaya pencegahan.

“Ketika diketahui angka secara real, maka bisa dilakukan pemetaan masalah dan upaya penanganan serta preventifnya. Dengan harapan TPPS di setiap wilayah bersama Perangkat Daerah juga stakeholder lain bisa saling melakukan studi baik, tukar informasi metode dan inovasi apa yang dijalankan dan berhasil, sehingga angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta bisa turun signifikan, dan bersama-sama mewujudkan generasi Indonesia Emas 2045,” katanya.

2. Awal Juni akan dilakukan penimbangan

Ilustrasi bantuan makanan untuk cegah stunting (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Sejalan dengan itu Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Herristanti menyampaikan selama bulan Juni akan dilakukan penimbangan dan pengukuran di 622 Posyandu. Di mana pada rentang tanggal 6-15 Juni diambil data sampel yang akan disandingkan dengan data dari SKI sebagai padanan angka prevalensi stunting di Kota Yogyakarta.

“Per akhir bulan April capaian D per S atau jumlah baduta yang ditimbang dari sasaran mencakup 84 persen. Tentu ini akan terus dikejar bersama-sama dari TPPS di Kemantren dan Kelurahan, yang harapannya juga bisa melibatkan RT dan RW untuk mitigasi dan teknis administrasinya. Dengan inovasi di wilayah yang sejauh ini sudah bagus, seperti konseling melalui Whatsaap dengan kader, daya serap pemberian makan tambahan atau PMT yang meningkat, optimalisasi lorong sayur, gerakan orang tua asuh, hingga layanan jemput bola,” kata dia.

3. Prevalensi stunting di Wirobrajan terendah

Ilustrasi balita (ANTARA FOTO/Auliya Rahman)

Sementara itu Ketua Tim Penggerak PKK Kemantren Wirobrajan, Bariati Sri Hidayati mengungkapkan, angka prevalensi stunting di wilayahnya terendah di Kota Yogya yaitu 8,5 persen. Dengan jumlah sasaran 270 baduta, 137 ibu hamil, 137 ibu pasca bersalin dan 9 calon pengantin.

“Memang di lapangan masih ditemui kendala, seperti keluarga risiko stunting yang menolak untuk mendapatkan pendampingan pola asuh maupun PMT, karena stigma yang ada di masyarakat. Tentunya kami terus berupaya dengan sinergi dan kolaborasi bersama, untuk mencegah dan menurunkan prevalensi stunting, serta melakukan inovasi seperti pembentukan dapur balita di tiap Posyandu,” ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Herlambang Jati Kusumo
EditorHerlambang Jati Kusumo
Follow Us