Menengok Prosesi Siraman Dhaup Ageng Pura Pakualaman

Mengandung makna pembersihan diri

Yogyakarta, IDN Times - Prosesi Dhaup Ageng Pura Pakualaman pernikahan putra bungsu KGPAA Paku Alam X dan GKBRAA Paku Alam, BPH Kusumo Kuntonugroho dengan putri dari Tri Prabowo dan (almh) Wijayatun Handrimastuti yaitu, Laily Annisa Kusumastuti, Selasa (9/1/2024) ini memasuki prosesi siraman calon pengantin. Upacara siraman ini memiliki makna sebagai pembersihan diri kedua calon pengantin.

Keduanya menjalani prosesi siraman secara terpisah di Kagungan Dalem (KD) Kepatihan Gandhok, dan di KD Gedhong Parangkarsa. Prosesi siraman dilaksanakan sekitar pukul 08.00 WIB.

1. Pembersihan diri secara lahiriah dan batiniah

Menengok Prosesi Siraman Dhaup Ageng Pura PakualamanProsesi siraman Dhaup Ageng Pura Pakualaman. (Dok. Istimewa)

Tim Pranata Adat Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman, Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo, menjelaskan prosesi siraman diawali dengan penyampaian ubarampe siraman kepada pengantin putri, termasuk toya Perwita Adi dari Maerokoco ke Ndalem Kepatihan Pura Pakualaman, serta pengantin putra di Parangkarsa. Ubarampe yang diserahkan berupa handuk, ratus, kebaya dan sejumlah barang lainnya.

Sebelum siraman juga dilangsungkan sungkeman kepada orang tua masing-masing calon pengantin. "Upacara siraman ini sebagai bentuk pembersihan diri secara lahiriah dan batiniah bagi calon pengantin," jelas Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.

2. Prosesi siraman calon pengantin putri

Menengok Prosesi Siraman Dhaup Ageng Pura PakualamanProsesi siraman Dhaup Ageng Pura Pakualaman. (Dok. Istimewa)

Calon pengantin putri diberikan busana dengan bunga. Bunga yang digunakan yaitu bunga melati yang di bagian dadanya. "Kemudian melakukan prosesi siraman, tapi sebelumnya menunggu Gusti Putri terlebih dulu untuk memberikan pangestu," ungkap Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.

Prosesi siraman pengantin perempuan dilakukan oleh permaisuri Kadipaten Pakualaman, GKBRAA Paku Alam, orang tua calon pengantin putri, Tri Prabowo, bibi, serta eyang dari pengantin putri. Selian itu juga ada B.R.Ay. Indrokusumo, Suryopadmonagoro.

Upacara siraman diakhiri dengan calon pengantin putri berwudhu. Kemudian dilanjut pecah klenthing yang dilakukan oleh GKBRAA Paku Alam. "Sembari mengucap niyat ingsun mecah klenthing dadi sarana pecah pamore dr. Laily Annisa Kusumastuti. Ucapan tersebut adalah harapan pada saat calon pengantin perempuan dirias akan memancarkan aura, sehingga terlihat semakin cantik," ungkap Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.

Calon pengantin putri juga dirias, namun terlebih dulu diawali prosesi Ngerik yang dilakukan oleh Gusti Putri, dilanjutkan oleh perias pengantin.

Prosesi ngerik dilakukan usia siraman. Ngerik mengandung arti mencukur sinom atau rambut halus yang ada di dekat dahi. "Setelah rambutnya kering, calon pengantin wanita mulai dirias dengan membuat cengkorongan paes, baru kemudian penata rias mulai ngerik," ujarnya.

Selanjutnya, Calon pengantin putri diberi pakaian kain batik dengan motif Indra Widagda Jatmika yang merupakan varian motif Indra Widagda dengan paduan motif tradisional nitik. Kain motif yang digunakan mengandung harapan akan hadirnya ketenangan dan keharmonisan di hati kedua calon pengantin.

Baca Juga: Mengintip Persiapan Dekorasi Dhaup Ageng Pura Pakualaman

3. Siraman untuk calon pengantin laki-laki

Menengok Prosesi Siraman Dhaup Ageng Pura PakualamanProsesi siraman Dhaup Ageng Pura Pakualaman. (Dok. Istimewa)

Untuk calon pengantin putra menjalani prosesi siraman di KD Gedhong Parangkarsa. Prosesi siraman diawali dengan doa dari suranggama yaitu Mas Wedana Pujolaksito.

Prosesi siraman untuk calon pengantin putra dilakukan GKBRAA Paku Alam selaku ibunda, kemudian permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas. Lalu, eyang dari caten kakung atau ibunda Gusti Putri yakni Harnadi, dan beberapa Bendara dari Kasunanan dan para pejabat di pemerintahan DIY.

"Setelah siraman berjumlah ganjil, Gusti Putri yang mengakhiri dengan berwudhu dan pecah klenthing, sambil mengucap niyat ingsun mecah klenthing dadi sarana pecah pamore BPH Kusumo Kuntonugroho," kata Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Retno Sumbogo.

Calon pengantin laki-laki kemudian berganti busana di KD Gedhong Ijem dengan mengenakan nyamping batik bermotif Indra Widagda Jatmika, yang merupakan varian motif Indra Widagda dengan paduan motif tradisional'nitik'. "Kain motif Indra Widagda Jatmika mengandung makna harapan akan hadirnya ketenangan dan keharmonisan di hati kedua calon pengantin. Setelah itu, calon pengantin laki-laki kembali menuju ke KD Gedhong Parangkarsa," ujarnya.

Baca Juga: Tak Adakan Kirab saat Prosesi Dhaup Ageng, Ini Alasan Pura Pakualaman

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya