Dugaan Penggelapan Investasi Properti, Polda DIY Turun Tangan 

Polda DIY beri undangan klarifikasi

Sleman, IDN Times - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY mengundang untuk klarifikasi terlapor berinisial SK, atas dugaan kasus penggelapan investasi properti di Polda DIY, Senin (8/1/2024). Namun SK sebagai pihak yang tidak hadir.

Berdasar informasi yang dihimpun IDN Times, SK diundang untuk hadir pada klarifikasi pukul 10.00 WIB. Namun hingga pukul 13.30 WIB tidak hadir.

1. Terlapor diberikan undangan klarifikasi

Dugaan Penggelapan Investasi Properti, Polda DIY Turun Tangan Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol. FX Endriardi. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Direktur Ditreskrimum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombes Pol. FX. Endiriadi membenarkan pelaporan dugaan tindak pidana penggelapan. Ditreskrimum telah menerima laporan tersebut.

"Kami dari direktorat sudah menerima laporannya dan melakukan proses penyelidikan terhadap laporan itu. Bukan panggilan, tapi undangan klarifikasi, karena saat ini masih tahap penyelidikan," jelas Kombes Pol. FX. Endiriadi.

2. Berawal dari permasalahan saham

Dugaan Penggelapan Investasi Properti, Polda DIY Turun Tangan Kuasa hukum dan para korban penipuan investasi hotel saat menunjukkan surat laporan ke Polda DIY (IDNTimes/ Tunggul Damarjati)

Dugaan kasus ini dilaporkan oleh Anton Yuwono, salah seorang pemegang saham mayoritas di PT. GMS. Dia bersama jajaran pemegang saham lainnya yakni, Rony Octanto, dan Allie Subagyo, menuding pihak direksi perseroan telah mengelabui pembayaran atas pembelian 24 lembar saham di PT. GMS dengan modus tukar guling aset.

Julius Rutumalessy selaku penasihat hukum para pemegang saham PT. GMS menerangkan, mulanya pada 2018, PT. GMS membutuhkan penambahan modal dan menawarkan penambahan saham kepada Anton dan teman-temannya. Dari 49 lembar saham yang ditawarkan, Direktur Utama PT. GMS berinisial SK ikut serta mengambil 24 di antaranya.

"Nilai per lembar saham adalah Rp1.160 miliar," kata Julius di Hotel Grand Kangen, Kota Yogyakarta, pada Jumat (5/1/2024).

Julius melanjutkan, pembayaran telah disepakati dan dilakukan secara tunai berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS). Saat Anton dan teman-temannya menyetorkan uang sesuai porsi yang mereka ambil, SK membayar dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk 24 lembar saham yang diambil.

Pada pelaksanaannya, SK tak dapat menyelesaikan pembayaran atas pembelian sahamnya itu. "Dalam prosesnya, ternyata cek ini tidak bisa dicairkan. Sampai jatuh tempo Mei 2018, hanya satu lembar cek yang bisa dicairkan," kata Julius.

Baca Juga: Polisi Usut Dugaan Kasus Penipuan Investasi Hotel di Jogja

3. Pembayaran dengan model tukar-guling

Dugaan Penggelapan Investasi Properti, Polda DIY Turun Tangan Kuasa hukum dan para korban penipuan investasi hotel saat menunjukkan surat laporan ke Polda DIY (IDNTimes/ Tunggul Damarjati)

Pembayaran pembelian saham SK tidak dapat dituntaskan hingga sepuluh bulan berikutnya. Akan tetapi direksi malah memberikan perlakuan khusus terhadap SK lewat beberapa keputusan.

Menurut Julius, direksi tidak membatalkan penambahan 24 lembar saham atas nama SK yang belum membayar. Kemudian, pembayarannya pun diubah seketika menjadi model tukar-guling dengan aset kepunyaan SK.

"Asetnya berupa sebidang tanah yang di atasnya berdiri hotel di Yogyakarta," beber Julius.

Keputusan-keputusan tersebut, kata Julius, diambil oleh direksi tanpa dikomunikasikan dengan para pemegang saham terlebih dahulu.

Di lain sisi, tukar-guling ini juga tidak disertai akta nota riil dikarenakan objek tukar-guling masih menjadi jaminan yang terikat hak tanggungan pembayaran utang SK di suatu bank. Artinya, metode pembayaran atas pembelian saham oleh SK pun bermasalah secara hukum karena seluruhnya dilakukan di bawah tangan.

"Aset yang mau ditukargulingkan hingga saat ini masih dijaminkan di suatu bank untuk keperluan perusahaannya yang lain," ungkap Julius.

"Pak SK ini bersama direksi tidak meminta izin dulu sama bank sebagai pemegang hak tanggungan dan tetap mengalihkan aset itu," sambungnya.

Kendati aset itu masih atas nama SK lantaran ketiadaan akta inbreng imbas status aset yang masih jadi jaminan di bank. "Belum atas nama PT. GMS," tambahnya.

Artinya, selain belum mendapatkan tambahan modal sekitar Rp26 miliar dari total pembayaran 24 lembar saham tadi, PT. GMS juga diklaim merugi karena harus menanggung beban utang milik SK.

"Karena aset yang ditukargulingkan oleh SK masih dijaminkan SK dan belum lunas pembayarannya," ucapnya.

Atas semua kerugian yang dialami ini, Anton melalui kuasa hukumnya membuat laporan polisi ke Polda DIY pada 8 Desember 2023 lalu yang teregister dengan nomor LP/B/951/XII/2023/SPKT/POLDA DIY atas dugaan tindak pidana penipuan.

Laporan dibuat atas hasil rekomendasi gelar perkara dari proses penyelidikan yang dilakukan selama 8 bulan berdasarkan aduan Anton dkk ke Polda DIY April 2023 silam.

Baca Juga: Kejati DIY Selidiki 2 Kasus Dugaan Penyalahgunaan TKD di Sleman

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya