Desainer Sutardi Berbagi Cara Membangun Bisnis Tanpa Privilege

Bangun relasi hingga hilangkan kemalasan

Intinya Sih...

  • Desainer Sutardi berbagi cara membangun bisnis fesyen tanpa privilege.
  • Sutardi rajin berkenalan dengan orang baru dan mengingatkan bahwa relasi harus tulus dan jujur.
  • Kendala terbesar adalah kemalasan, Sutardi menekankan pentingnya tidak kebanyakan planning dan fokus pada kualitas produk.

Yogyakarta, IDN Times - Desainer Sutardi berbagi cara membangun bisnis tanpa privilege atau hak Istimewa sosial. Ia menceritakan sepak terjangnya membangun produk fesyen Farah Button dan STRD dalam sebuah talkshow yang diinisiasi Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta di Pakuwon Mall Jogja, Kamis (21/3/2024).

Memulai bisnis fesyen bermerek Farah Button pada 2016 tidak seperti membalikkan telapak tangan. Terlebih, ketika itu ia berada di Yogyakarta dan tidak kenal dengan siapa pun. 

1. Bangun relasi sebanyak mungkin

Desainer Sutardi Berbagi Cara Membangun Bisnis Tanpa PrivilegeDesainer sekaligus owner Farah Button, Sutardi (kiri). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Sutardi masih ingat, saat itu hanya tidak ingin melewatkan semua peluang yang ada. Ia tidak pernah absen mengikuti bazar fesyen. Ia juga rajin berkenalan dengan orang-orang baru tanpa pandang bulu.

"Jadi yang saya lakukan adalah setiap orang menjadi teman dan minta kontak semua orang sebagai data base yang saya olah menjadi customer," ujar Sutardi.

Kendati demikian, ia mengingatkan dalam menjalin relasi dengan orang baru tidak bisa didasari mencari keuntungan. Artinya, relasi yang dibangun harus berlandaskan ketulusan dan kejujuran.

2. Kemalasan harus dihindari

Desainer Sutardi Berbagi Cara Membangun Bisnis Tanpa PrivilegeDesainer sekaligus owner Farah Button, Sutardi. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Sutardi tidak menampik, kendala terbesar adalah kemalasan. Namun, jika hal itu datang, Sutardi selalu ingat tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa.  

Alhasil, ia kembali berjuang keras melawan kemalasan dan keraguan dengan keyakinan pasti bisa. Lantas bagaimana caranya? Sutardi mengakui tidak sedikit orang yang ingin memulai usaha tetapi bingung mulai dari mana.

“Lakukan saja, jangan kebanyakan planning (rencana). Coba terus dan tanggung jawab dari apa yang sudah dimulai, harus sampai selesai jangan setengah-setengah saat menjalaninya,” ucapnya.

Membuat perencanaan dimulai dari hal yang paling mudah dan mulai dijalankan. Jangan pernah menyepelekan pekerjaan yang terlihat mudah dan ditumpuk di belakang. "Akibatnya bisa fatal," kata Sutardi.

Baca Juga: ABM Raih Pendanaan Rp1 Triliun dari BCA, Turut Dukung Energi Bersih

3. Kualitas produk menjadi prioritas utama

Desainer Sutardi Berbagi Cara Membangun Bisnis Tanpa PrivilegePengunjung melihat produk Farah Button. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Kualitas produk juga menjadi prioritas utamanya sebagai bagian dari bekerja tidak setengah-setengah alias totalitas. Terkait modal usaha, ia juga fokus memutar kembali 90 persen keuntungannya untuk mengembangkan usahanya.

Saat ini desainer Sutardi berhasil mengembangkan produk Farah Button hingga memiliki belasan toko di Yogyakarta, Bali, dan Tegal. Ia juga mengembangkan produk fesyen premium lewat merek STRD.

Kehadiran STRD berawal pada 2020. Ketika itu merasa perlu menciptakan sesuatu yang lebih eksklusif dengan meluncurkan koleksi terbatas Farah Button Pride. Namun, seiring berjalannya waktu, pertanyaan tentang perbedaan antara Farah Button dan Farah Button Pride semakin meningkat. "Itulah saat saya memutuskan untuk memberi kelahiran baru dengan mengubah namanya menjadi STRD," tutur Sutardi.

Baca Juga: Peran IRT Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga dan Warga

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya