25 Tahun Reformasi, Refleksi 100 Seniman Jogja 

100 seniman dan perupa Jogja mengenang 25 tahun reformasi

Yogyakarta, IDN Times - Reformasi Mei 1998 menjadi momentum penting bangsa Indonesia menemukan wajah barunya, setelah 32 tahun dipimpin Presiden Soeharto. Sebanyak 100 seniman di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melihat kembali bagaimana masa Orde Baru, Reformasi dan setelah reformasi berjalan.

Mengusung tajuk 'Kita Berteman Sudah Lama, Ekspresi 100 Seniman dan Perupa Yogyakarta Mengenang 25th Reformasi', berbagai karya dihadirkan para seniman di Bentara Budaya Yogyakarta mulai Sabtu (20/5/2023) - Kamis (25/5/2023).

Refleksi 25 tahun Reformasi ditampilkan melalui karya Djoko Pekik 'Baju Merah, Ong Hari Wahyu 'Amok'98', Susilo Budi dengan karya 'Gembala Celeng', Bambang Herras dengan karya 'Untuk Sahabat yang Tak Pernah Pulang', Nasirun dengan 'Generasi Celeng Degleng' dan masih banyak lagi lainnya. Buku-buku karya Sindhunata juga diluncurkan kembali di momentum ini, mulai Teori Rene Girard, Putri Cina, dan Menyusu Celeng.

1. Mempertanyakan kembali perjalanan bangsa

25 Tahun Reformasi, Refleksi 100 Seniman Jogja Pameran 'Kita Berteman Sudah Lama, Ekspresi 100 Seniman dan Perupa Yogyakarta Mengenang 25th Reformasi', di Bentara Budaya Yogyakarta, Sabtu (20/5/2023) - Kamis (25/5/2023). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

General Manager Bentara Budaya, Ilham Khoiri mengungkapkan pameran ini mengajak untuk ambil jeda sejenak dnegan manfaatkan momen penting untuk merenung sambil mempertanyakan kembali arah perjalanan bangsa.

"Apakah kita sudah melaju di atas rel perubahan yang benar? Jangan-jangan kita hanya jalan di tempat atau berputar-putar dengan problem yang serupa tanpa jalan keluar? Atau malah kita telah melenceng dari spirit reformasi?. Peristiwa Mei dan Reformasi 1998 merupakan satu tarikan keserentakan sejarah yang turut mengubah perjalanan Republik Indonesia," ungkap Ilham.

2. Reformasi menjadi peristiwa kemanusiaan

25 Tahun Reformasi, Refleksi 100 Seniman Jogja Pameran 'Kita Berteman Sudah Lama, Ekspresi 100 Seniman dan Perupa Yogyakarta Mengenang 25th Reformasi', di Bentara Budaya Yogyakarta, Sabtu (20/5/2023) - Kamis (25/5/2023). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Reformasi bukan hanya peristiwa politik, tapi yang utama adalah peristiwa kemanusiaan. "Reformasi tidak hanya peristiwa politik, tapi peristiwa kemanusiaan, kebudayaan. Indonesia dilahirkan lagi denan bentuk yang lebih mausiawai," ujar dia.

Pencapaian yang telah ditunaikan melalui Reformasi 1998 memang perlu disyukuri. Kebebasan berekspresi dan demokrasi sudah didapat. "Namun, penting juga menyuarakan adanya sejumlah pekerjaan rumah yang belum beres. Seperti pemberantasan korupsi, masih adanya aksi intoleransi, dan munculnya oligarki elite politik,” kata Ilham.

3. Mahalnya harga sebuah reformasi

25 Tahun Reformasi, Refleksi 100 Seniman Jogja Pameran 'Kita Berteman Sudah Lama, Ekspresi 100 Seniman dan Perupa Yogyakarta Mengenang 25th Reformasi', di Bentara Budaya Yogyakarta, Sabtu (20/5/2023) - Kamis (25/5/2023). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Kurator Bentara Budaya, Sindhunata, menyebutkan bahwa program ini untuk mengingat betapa mahalnya harga reformasi. “Kita seakan lupa akan sekian banyak mahasiswa dan rakyat yang menjadi korban. Bahkan meletusnya reformasi juga disertai dengan kerusuhan Mei, yang menyasar kelompok etnis tertentu menjadi korban kekerasan,” ujarnya.

Untuk itu seni rupa dan beragam ekspresi lain yang dihadirkan dalam program dimaknai sebagai pemicu kreativitas dan sumbangan untuk hidup berbangsa. Tema karya dalam pameran adalah bebas, sesuai dengan jiwa kebebasan sebagai cita-cita reformasi.

“Dan rangkuman dari kebebasan itu adalah makna Kita Berteman Sudah Lama. Semoga dengan rangkuman itu kita mempunyai bingkai kerja dan kreasi, ke mana kita hendak menggambar nanti: ke sebuah pesta kegembiraan, sukacita, persaudaraan, pertemanan, dan kemerdekaan,” imbuh Sindhunata.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya