Online Talk Show Yogyakarta Berkeadilan Bagi Pekerja Perempuan: Aktualisasi Perlindungan Hak Pekerja Perempuan di Sektor Informal yang diadakan oleh Alsa Care pada Sabtu (13/11/2021). Dok: istimewa.
Kepala Seksi Perlindungan Perempuan Bidang PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY, Yohana Santi Roestriyani, mengungkapkan ada sejumlah faktor yang mendorong perempuan bekerja di sektor informal. Seperti halnya adanya dukungan keluarga, kebutuhan keluarga yang semakin banyak, pendapatan rumah tangga yang rendah, memanfaatkan waktu luang maupun aktualisasi diri.
Namun demikian, ada sejumlah kerentanan yang harus dihadapi oleh perempuan pekerja informal, seperti halnya bekerja tanpa proteksi sosial dan hukum, tidak mendapatkan dana pensiun, tidak mendapatkan cuti, tidak mendapatkan asuransi kesehatan, mendapatkan upah yang relatif rendah, ada perbedaan upah antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan pada bidang kerja yang sama, maupun rentan beberapa kekerasan di dunia kerja.
"Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi, yakni mereka kebanyakan ditempatkan pada bidang yang tidak memerlukan pendidikan atau keterampilan khusus, ini berpengaruh ke upah. Lalu, tenaga kerja perempuan rawan pelecehan seksual lingkungan kerja," katanya.
Untuk mengatasi hal tersebut, di Daerah Istimewa Yogyakarta sudah dikeluarkan sejumlah regulasi untuk melakukan perlindungan terhadap pekerja perempuan informal. Seperti Peraturan Gubernur No 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga, Perda No 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di DIY maupun Perda No 6 tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Perempuan yang bekerja di sektor informal rentak kepada kekerasan apapun, yang lebih mengerikan dan sering terjadi adalah kekerasan seksual. Jika ada, maka akan kita lindungi dengan Perda No 3 Tahun 2012. Selain itu, sektor informal juga rentan perdagangan perempuan, baik di negara kita sendiri maupun di luar negeri," katanya.