Haedar Nashir Khawatir Dampak Buruk Penggratisan Sekolah Swasta

Intinya sih...
- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menolak penggratisan SD-SMP swasta oleh MK karena khawatir mematikan sekolah swasta.
- Haedar mempertanyakan kemampuan finansial negara dalam mendukung pendidikan swasta dan menyarankan kebijakan baru harus memperhatikan kemaslahatan bangsa.
- Meski tidak setuju dengan putusan MK, Muhammadiyah tidak akan terburu-buru mengajukan judicial review, tetapi akan melihat perkembangan yang ada.
Sleman, IDN Times – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengaku tidak setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk penggratisan SD – SMP swasta. Haedar mengkhawatirkan putusan tersebut mematikan sekolah swasta.
“Ya betul (tidak setuju keputusan MK penggratisan SD-SMP swasta),” ujar Haedar, seusai acara ground breaking TK ABA Semesta di Ambarketawang, Gamping, Sleman, Selasa (3/6/2025).
1. Minta untuk saksama dalam mengambil kebijakan
Haedar mengharapkan para perancang konstitusi, perumus kebijakan politik di legislatif yudikatif, dan pelaksana kebijakan di eksekutif memahami spirit para pendiri bangsa, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah kewajiban negara dan pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta jangan membeda-bedakan, melakukan diskriminasi terhadap pendidikan swasta.
“Kalau kemudian melakukan kebijakan, misalnya seperti hasil MK kemarin, itu ya harus saksama dasarnya. Jangan sampai mematikan swasta yang justru sama dengan mematikan pendidikan nasional,” ungkapnya.
2. Pertanyakan kemampuan anggaran negara
Haedar pun mempertanyakan kemampuan finansial negara. Terlebih alokasi anggaran pendidikan hanya 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). “Oke, normatifnya 20 persen, tapi kan tersebar di banyak institusi kenegaraan. Apakah Kemendiktisaintek dan Kemendikdasmen diberi anggaran yang cukup untuk menanggung seluruh lembaga pendidikan swasta?,” ujar Haedar.
Lebih lagi, ia melihat sekolah swasta juga selalu ingin berkembang dan berubah dengan cepat. Oleh karena itu, Haedar meminta ketika ada kebijakan baru harus memperhatikan kemaslahatan bangsa dan memperhatikan realitas yang ada.
3. Sekolah swasta disebut jauh dari kepentingan bisnis
Prof. Haedar menyarankan agar swasta tetap terkoneksi dengan tanggung jawab pendidikan negeri, tetapi juga diberikan keleluasaan. “Apalagi kan ada fenomena sekolah negeri saja diberi badan hukum yang memberi kemungkinan mereka mengembangkan usaha atau bisnis dalam dunia pendidikan, padahal itu negara ya,” ujarnya.
Ia mengajak melihat kembali implementasi dari putusan MK lebih seksama, komprehensif, dan tetap berpijak pada realitas dunia pendidikan Indonesia. Dimana swasta juga punya peran strategis. “Kami, swasta, keormasan, jauh dari kepentingan-kepentingan bisnis untuk mengembangkan lembaga pendidikan,” ungkap Prof. Haedar.
Meski tidak setuju dengan putusan MK, Haedar menyebut Muhammadiyah tidak akan terburu-buru mengajukan judicial review. Pihaknya akan melihat perkembangan yang ada. “Ada hal-hal yang berdampak buruk, baru di situ kita mengambil kebijakan,” pungkasnya.