Sekretaris UGM, Andi Sandi. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Lebih jauh, Andi Sandi memastikan bahwa UGM telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap atau memecat Edy sebagai dosen di kampus tersebut. Sanksi didasarkan pada temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa bentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM yang menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi terkait dugaan kasus Edy.
Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.
Terlapor, menurut Andi Sandi, terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
"Kalau (status) dosennya itu ibu rektor sudah memutuskan untuk memberhentikan, ada SK rektor. Tetapi untuk memberhentikan sebagai PNS, dan juga ingat guru besar itu bukan dari universitas, tapi dari pemerintah," paparnya.
Andi Sandi berujar, rektorat UGM kini telah membentuk tim pemeriksa disiplin kepegawaian Edy yang hasil pemeriksaannya rencananya dikirim ke Kemendikti Saintek.
Alasannya, keputusan menteri pada bulan Maret kemarin telah mendelegasikan pemeriksaan pelanggaran disiplin kepegawaian Edy, khususnya menyangkut nasib stasus PNS yang bersangkutan.
Adapun tim pemeriksa ini, terdiri dari jajaran rektorat, bagian SDM dan pengawasan internal.
"Setelah selesai pemeriksaan, hasilnya akan diserahkan ke rektor, rektor akan bersurat kepada menteri untuk menyampaikan rekomendasi itu. Keputusan akhir ada di kementerian," katanya.