Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251004_151319.jpg
Ratusan siswa di Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, mengalami keracunan MBG. (Dok Polres TTS)

Intinya sih...

  • Perbedaan alergi dan keracunan makanan berdasarkan gejala muncul

  • Cara penanganan pertama saat siswa keracunan

  • Keracunan karena bakteri penyebabnya berbeda, perlu pengawasan ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan MBG

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menimbulkan banyak korban terutama kalangan siswa yang menjadi sasaran dari program tersebut.

Diperlukan pengetahuan mengenai perbedaan alergi dan keracunan makanan. Bahkan pemberian pertolongan pertama saat siswa keracunan.

1. Perbedaan alergi dan keracunan

Guru Besar Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran-KMK UGM, Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D menjelaskan perbedaan antara alergi dan keracunan makanan berdasarkan gejala muncul. Menurutnya, alergi dan keracunan makanan memiliki penyebab dan mekanisme penanganan yang berbeda.

“Alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh yang terjadi segera setelah mengonsumsi makanan tertentu. Bahkan dalam jumlah kecil, makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” jelasnya, Kamis (9/10/2025).

Sementara, keracunan makanan bukan disebabkan oleh reaksi sistem imun, melainkan masuknya kuman atau zat berbahaya dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi. “Keracunan makanan biasanya menimbulkan gejala seperti sakit perut, muntah, dan diare, yang muncul beberapa jam hingga hari setelah mengonsumsi makanan tersebut,” terangnya.

2. Ini cara penanganan pertama saat siswa keracunan

ilustrasi keracunan makanan (IDN Times/Novaya Siantita)

Tri Wibawa menambahkan, sebagian besar kasus keracunan bersifat ringan dan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus, tetapi dalam kondisi tertentu dapat berakibat serius jika tidak segera ditangani.

Dalam konteks program Makan Bergizi Gratis di sekolah, Tri menekankan pentingnya penanganan pertama yang cepat dan tepat ketika siswa menunjukkan gejala keracunan makanan. “Muntah dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit. Langkah paling penting dalam pertolongan pertama adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang untuk mencegah dehidrasi,” ujarnya.

Dosen Mikrobiologi Klinik ini menyarankan agar penderita banyak minum air putih atau cairan dengan suplemen elektrolit. “Jika muntah masih terjadi, minumlah sedikit demi sedikit. Dan jika kondisi memburuk, segera cari pertolongan dari petugas kesehatan,” tambahnya.

Tidak menutup kemungkinan gejala demam yang mungkin muncul saat keracunan merupakan mekanisme alami tubuh saat melawan infeksi. Peningkatan suhu tubuh membantu memperlambat pertumbuhan bakteri serta mengoptimalkan kerja sistem imun.

3. Meski gejalanya mirip, keracunan karena bakteri penyebabnya berbeda

Enam siswa SD di Bekasi diduga keracunan MBG. (IDN Times/Imam Faishal)

Pada kasus keracunan, ia menyebutkan bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli (E. coli) memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan keracunan makanan. Salmonella patogenik dapat bertahan dari asam lambung dan menyerang mukosa usus, memicu peradangan serta luka pada dinding usus. Sedangkan E. coli penghasil toksin Shiga (Shiga toxin-producing E. coli / STEC) dapat menyebabkan penyakit tular makanan yang parah. “Meskipun gejalanya mirip, mekanisme penyebabnya berbeda-beda tergantung jenis bakterinya,” ungkapnya.

Untuk mencegah terjadinya keracunan Tri mengingatkan pengawasan ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan MBG sangat penting, mulai pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi. “Setiap tahap proses dapat menjadi titik masuk bagi bakteri, virus, jamur, atau parasit penyebab keracunan. Karena itu, standar kebersihan harus diterapkan secara optimal,” tegasnya.

Editorial Team