Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Grego Julius Orchestra, di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Grego Julius Orchestra, di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Intinya sih...

  • Grego Julius menulis lagu dari pengalaman spiritualnya, seperti saat berjuang melawan sakit dan momen sungkeman.

  • Grego berharap konser ini menjadi warisan nada untuk generasi selanjutnya dan ingin melanjutkan tradisi setiap tahun sebagai jembatan doa.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times – Musik bisa lahir dari banyak hal, cinta, rindu, perjuangan, bahkan rasa syukur. Bagi Grego Julius, komposer sekaligus konduktor Grego Julius Orchestra, musik juga menjadi sarana untuk bersyukur, bersuka cita atas berkat Tuhan. Di usianya yang ke-71, Grego memilih bersyukur dengan cara yang paling ia kuasai: menulis lagu dan mempersembahkannya kepada Tuhan.

Sabtu (18/10/2025) malam, Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menjadi saksi bagaimana doa mengalun dalam nada. Lewat konser bertajuk persembahan syukur, Grego Julius Orchestra membawakan 22 lagu karya Grego sendiri, sebuah perjalanan panjang musikal yang telah ia mulai sejak tahun 2002.

“Hari ini kami ingin menyampaikan pesan doa, pesan syukur, pesan terima kasih kepada Tuhan. Jadi doa saya, ucapan terima kasih saya, saya tuliskan di dalam lagu itu,” ungkap Grego Julius.

1. Doa yang menjadi lagu

Grego Julius Orchestra, di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Grego tak sekadar mencipta lagu, ia menulis pengalaman spiritualnya. Beberapa lagu yang dibawakan lahir dari peristiwa-peristiwa paling pribadi dalam hidupnya. Salah satunya berjudul Aku Mohon Ampun, yang ia tulis saat berjuang melawan sakit selama tiga bulan.

“Saya enggak tahu sakitnya apa. Sudah ke dokter, sampai ke dukun, enggak sembuh-sembuh. Ternyata saya depresi. Dari situ saya sadar, Tuhan sedang memberi pelajaran. Saya tulis lagu itu sebagai doa permohonan ampun,” cerita Grego.

Lagu lain yang begitu emosional adalah karya tentang momen sungkeman, perpisahan antara orang tua dan anak yang menikah. Grego menulisnya dengan air mata, saat per satu anaknya menikah dan meninggalkan rumah.

“Empat anak saya sudah menikah, tinggal satu yang belum. Saat mereka sungkem, rasanya berat sekali. Lagu itu lahir dari rasa haru itu,” tuturnya.

2. Simfoni syukur dan doa

Grego Julius, komposer sekaligus konduktor Grego Julius Orchestra. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Konser malam itu bukan sekadar pertunjukan musik, tapi seperti misa kecil dalam bentuk orkestra, ada pujian, doa, syukur yang dikemas dalam harmoni jazz, pop, klasik, hingga bossa nova.

Dari 22 lagu, seluruhnya merupakan karya Grego sendiri, lengkap dengan lirik dan aransemen yang ia tulis satu per satu. Lagu-lagu itu sebagian besar terinspirasi dari suasana doa di gereja, namun Grego menegaskan bahwa pesannya bersifat universal.

“Jadi lagu saya itu kalau bisa dihayati nanti bisa mendengarkan itu adalah mengantarkan doa. Kita ini orang yang kecil sekali betapa besarnya Tuhan yang Maha Kuasa itu,” ungkapnya.

3. Warisan nada untuk generasi

Grego Julius Orchestra, di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (18/10/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Grego telah menulis lagu sejak dua dekade silam, dan kini ia memasuki volume keenam hingga kedelapan dari katalog karyanya. Ia menyebut proyek musiknya ini sebagai “janji syukur” setelah melewati usia 70 tahun.

“Saya bernazar, kalau dikasih umur panjang, saya akan lebih mendekatkan diri pada Tuhan lewat musik. Doa saya, saya tulis jadi lagu, lalu saya persembahkan dalam konser seperti ini,” ungkapnya.

Konser di Sanata Dharma ini dipersiapkan selama empat bulan. Ia berharap tradisi ini bisa berlanjut setiap tahun, mungkin di berbagai kota. “Saya ingin terus membuat konser seperti ini, setahun sekali. Karena bagi saya, musik bukan hanya hiburan, tapi jembatan doa,” ujarnya menutup perbincangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team