Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)
Daniel merinci bentuk 'penyelundupan hukum' atas rencana pertambangan di Wadas dengan menilik isi dari Surat Dirjen Minerba yang mencantumkan sejumlah hal yang membuat pelaksanaan kegiatan pengambilan kuari oleh Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR tidak memerlukan izin di sektor pertambangan.
Hal pertama menyebutkan bahwa Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR selaku pelaksana kegiatan pengambilan material kuari tidak termasuk kriteria pihak yang dapat diberikan izin di sektor pertambangan mineral, sebagaimana pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009.
Sesuai undang-undang berlaku maka sebagai bagian dari pemerintah atau negara, pelaksana tidak termasuk ke dalam kriteria yang dapat diberikan izin. Perizinan hanya diberlakukan untuk badan usaha perseorangan dan koperasi.
Kedua, disebutkan jika kegiatan pertambangan tak memerlukan izin karena hanya digunakan untuk kepentingan sendiri, bukan untuk komersil.
"Di titik inilah kita anggap ini bermasalah. Apa yang dilakukan Dirjen Minerba dengan menerbitkan surat itu secara sewenang-wenang kemudian bilang ini nggak butuh perizinan di sektor minerba," ungkapnya.
Dia mengklaim pernah mencari tahu soal izin pertambangan ini ke Dinas ESDM Jawa Tengah dan beberapa instansi, namun hasilnya nihil. Demikian pula, lanjutnya, dengan pernyataan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BBWS Serayu-Opak dalam forum audiensi bersama DPRD Jawa Tengah soal ketiadaan izin pertambangan karena sejumlah hal.
"Pada peraturan undang-undang maupun peraturan pemerintah, tidak ada satu pun klausul, pasal, atau skema yang itu membolehkan pertambangan tanpa izin untuk alasan apapun," tegas Daniel.
Daniel menegaskan, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba beserta aturan-aturan turunannya, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.
Dengan kata lain, perseorangan, kelompok, dan/atau badan usaha hanya dapat melakukan pertambangan ketika telah mengantongi izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP untuk Penjualan.
Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.
"Jadi apa yang dilakukan Direktur Jenderal Minerba ESDM ini dia seolah-olah memposisikan dirinya sebagai hukum itu sendiri dan bisa bertindak sewenang-wenang dan menafsirkan apa yang tidak ada dalam peraturan perundang-undangan kemudian memunculkan," katanya.
"Dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 itu dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah dilarang menyalahgunakan kewenangan. Apa itu, satu dia melampaui kewenangan, dua dilarang mencampuradukkan kewenangan, dan tiga dilarang bertindak sewenang-wenang," paparnya.