Meriahnya Garebeg Besar 2025, Pemda DIY Nyadhong Ubarampe Gunungan
Intinya sih...
Plh. Sekda DIY menjemput langsung ubarampe gunungan dari Keraton, menunjukkan keterlibatan aktif birokrasi dalam pelestarian budaya.
Penjemputan gunungan oleh Sekda DIY sebagai bentuk rekonstruksi tradisi yang dilakukan Patih Danurejo pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Gunungan dibagikan kepada masyarakat di empat lokasi utama, berisi hasil bumi sarat makna berkah dan harapan akan rezeki yang melimpah.
Yogyakarta, IDN Times - Keraton Yogyakarta kembali menggelar Hajad Dalem Garebeg Besar 2025/Je 1958 pada Sabtu (7/6/2025), bertepatan sehari setelah Idul Adha 1446 H. Dalam tradisi ini, enam gunungan disiapkan sebagai simbol sedekah dari raja untuk rakyat.
Gunungan tersebut didistribusikan di empat lokasi utama, yaitu Masjid Gedhe, Pura Pakualaman, Ndalem Mangkubumen, dan Kompleks Kepatihan. Lima di antaranya lebih dulu dibawa ke Masjid Gedhe untuk didoakan, sebelum akhirnya dibagikan secara tertib kepada masyarakat yang sudah menunggu di halaman masjid.
Tahun ini, prosesi turut disemarakkan dengan hadirnya kembali tradisi Nyadhong di Kompleks Kepatihan oleh Pemerintah Daerah DIY, mengikuti tata cara yang pernah dijalankan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
1. Pepatih Dalem dengan menjemput langsung ubarampe gunungan
Pelaksana harian (Plh.) Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Tri Saktiyana, menjemput langsung pareden ubarampe gunungan dari Keraton sebelum dikawal Bregada Bugis menuju Kompleks Kepatihan. Sebanyak 150 pareden kemudian diserahkan kepada Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan, Didik Wardaya, untuk dibagikan secara tertib kepada abdi dalem kaprajan di lingkungan Pemda DIY.
Tri Saktiyana menjelaskan, dalam prosesi kali ini, Pemda DIY melalui peran Sekda bertindak sebagai Pepatih Dalem dengan menjemput langsung ubarampe gunungan Garebeg Besar. Langkah ini menjadi simbol keterlibatan aktif birokrasi dalam pelestarian budaya, sekaligus memperlihatkan hubungan erat antara pemerintah dan simbol kekuasaan raja.
“Kalau dulu kita menunggu dikirimi, sekarang kita nyadhong, menjemput langsung. Ini makna simbolisnya birokrasi bersifat melayani secara aktif kepada masyarakat,” ujar Tri Saktiyana, Sabtu, dikutip dari laman resmi Pemda DIY.
Ia menambahkan, prosesi diawali dari Bangsal Pancaniti menuju Masjid Gedhe Kauman bersama iring-iringan Bregada Bugis. Setelah didoakan, gunungan dibawa ke Kompleks Kepatihan untuk dibagikan kepada perangkat keprajan.
2. Menampilkan rekonstruksi Prajurit Putri Langenastra yang menari tayungan
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menyampaikan bahwa prosesi ini menjadi bagian dari pelestarian pranatan adat yang sepenuhnya menjadi wewenang Keraton Yogyakarta. Penjemputan gunungan oleh Sekda DIY disebut sebagai bentuk rekonstruksi tradisi yang dahulu dilakukan Patih Danurejo pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
“Ini adalah separuh prosesi, ke depan akan terus dilengkapi. Harapannya, seluruh kepala daerah juga ikut menjemput pareden ubarampe gunungan sebagai simbol hubungan erat antara raja dan pamong praja,” jelasnya.
Ketua Pelaksana Garebeg Besar 2025, KRT Kusumanegara, menambahkan bahwa tahun ini tidak ada lagi utusan dalem yang mengantarkan gunungan ke Kepatihan. Sekda DIY selaku Pepatih Dalem hadir langsung di Keraton untuk menjemput dan mendampingi iring-iringan gunungan hingga tiba di Kepatihan. Setelah itu, gunungan diserahkan kepada Asisten Sekda untuk dibagikan kepada masyarakat.
Selain itu, prosesi tahun ini turut menampilkan rekonstruksi Prajurit Putri Langenastra yang menari tayungan menuruni Sitihinggil saat lampah macak. Tarian sakral tersebut berada di belakang barisan Bregada Mantrijero sebagai bagian dari upaya menghidupkan kembali tata cara lama yang bernilai budaya tinggi.
"Prosesi ini menjunjung tinggi nilai 0 atau pembagian berkat secara tertib, satu per satu, tanpa keributan, sebagai cerminan tata nilai masyarakat Yogyakarta yang mengedepankan kesopanan, keteraturan, dan penghormatan terhadap simbol-simbol kerajaan," tutur KRT Kusumanegara.
3. Pengunjung ngalap berkah
Gunungan Garebeg Besar 2025 tak hanya dibagikan di Kompleks Kepatihan, tetapi juga di Masjid Gedhe Kauman, Ndalem Mangkubumen, dan Pura Pakualaman. Prosesi diiringi oleh prajurit Dragunder dan Plangkir dari Pakualaman. Isi gunungan berupa hasil bumi seperti wajik dan rengginang yang sarat makna berkah, kesejahteraan, serta harapan akan rezeki yang melimpah.
Tahun ini, jalur kirab tidak melewati Alun-alun Utara. Iring-iringan dimulai dari Regol Brajanala, melewati Sitihinggil Lor, Pagelaran, lalu menuju Masjid Gedhe di sisi barat.
Ni Kadek Ayu Alvina Damayanti, mahasiswi UGM asal Kediri, menjadi salah satu yang berhasil mendapatkan ubarampe gunungan. “Tertarik ikut karena ingin menyaksikan, kayaknya seru ya. Kata orang-orang kan ngalap berkah juga,” ujarnya. Ia membawa pulang kacang panjang sebagai kenang-kenangan pertamanya mengikuti prosesi garebeg.
Sementara itu, Sukamti Ningsih, warga Jagalan, Bantul, akhirnya mendapat bagian setelah beberapa kali mengikuti prosesi serupa. Ia membawa pulang kacang panjang dan cabai yang rencananya akan ditanam di rumah. “Ini nanti di rumah, di pot, itu tak kasih satu, satu, biar terus bisa mekar lagi,” katanya.