Gadis Pramurukti Jenazah COVID-19, Sehari Tangani Tiga Korban Pandemi

Yogyakarta, IDN Times – Peringatan Hari Kartini tahun ini berbarengan dengan pandemi virus corona. Banyak Kartini kekinian yang ikut berjuang di garda terdepan dalam penanganan COVID-19 di Indonesia.
Mereka menjadi perawat, dokter hingga sukarelawan yang bekerja tanpa mengenal waktu di penjuru wilayah di Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, ada salah satu Kartini kekinian yang juga ikut berjuang di garda depan penanganan pandemi corona.
Berbeda dengan yang lain, ada perempuan warga Kabupaten Bantul memilih menjadi pramurukti jenazah RSUP Sardjito. Memang tak mudah bagi CR yang namanya ingin dirahasiakan, menjadi pramurukti atau mengurus jenazah korban COVID-19. Selain harus mengikuti prosedur yang ketat dalam mengurus jenazah, petugas juga harus berhadapan dengan kehidupan di lingkungannya. Pasalnya masih banyak warga yang memiliki stigma kepada petugas kesehatan.
CR yang berusia 22 tahun ini mengaku mengalami hal yang sama. Warga di sekitar tempat tinggalnya was-was dengan tugas sehari-hari yang digelutinya: merumat pasien yang meninggal karena COVID-19.
“Kalau warga menolak kehadiran secara terang-terangan, tidak ya. Tapi ada was-was warga terkait tugas saya. Warga perlu pemahaman ,” kata CR saat dihubungi IDN Times, 17 April 2020 lalu.
Di sisi lain, CR menjadi segelintir perempuan yang memilih pekerjaan yang didominasi laki-laki itu. Hanya ada tiga pramurukti perempuan dari 13 pramurukti di sana.
1. Pertama kali menjadi pramukti jenazah tahun 2016
Bermula pada 2016, ketika rumah sakit itu membuka lowongan pramurukti jenazah. CR yang masih belia tertarik untuk mendaftar, alasannya pun terdengar aneh. “Penasaran pengin masuk ke kamar jenazah,” kata CR.
Kamar jenazah adalah salah satu ruangan yang dihindari pengunjung. Ada kesan seram, horor, ngeri. Sisi lain juga mengundang rasa penasaran anak-anak muda di sana untuk mengintip. Rupanya dorongan adrenalin yang kuat itu dirasakan CR juga. Ia sangat bersyukur namanya tertera sebagai pelamar yang diterima.
“Awalnya ya takut menangani jenazah pertama, kedua tapi lama-lama terbiasa,” kata CR.
Saking tak terhitung jumlah jenazah yang ditangani sejak 2016, ia lupa sensasi merukti jenazah pertama.