Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Frugal Living Bagi Gen Z Pilihan Kritis atau Kondisi Keuangan Mepet?

ilustrasi menabung (pexels.com/maitree rimthong)
Intinya sih...
  • Sosiolog UGM, Nurul Aini menilai frugal living di kalangan Gen Z dipicu tren di sosial media.
  • Frugal living merupakan titik balik kejenuhan manusia modern yang konsumtif, memunculkan perilaku kritis terhadap konsumerisme, dan menghasilkan gerakan frugal.
  • Kesadaran bagi Gen Z untuk mereview ulang perilaku konsumtif dari generasi sebelumnya menjadi alasan frugal living.

Yogyakarta, IDN Times – Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Aini menilai frugal living atau gaya hidup hemat di kalangan Gen Z dipicu tren di sosial media. Menurutnya pilihan ini menjadi sesuatu yang positif jika berdasarkan perilaku kritis terhadap konsumerisme, bukan lantaran kondisi ekonomi yang berat.

“Tren di sosial media banyak konten tentang frugal living, saya kira ini kemudian bisa menjadi kesadaran baru juga bagi Gen Z. Ada transformasi dari tren ke kesadaran,” ungkap Dosen Sosiologi UGM itu, Jumat (28/3/2025).

1. Titik balik dari perilaku konsumtif

ilustrasi belanja (freepik.com/freepik)

Nurul menilai frugal living merupakan titik balik kejenuhan manusia modern yang selama ini konsumtif, memunculkan perilaku kritis terhadap konsumerisme, dan menghasilkan gerakan frugal.

 “Frugal Gen Z sekarang banyak dibingkai dengan misal isu ekologis. Kalau konsumsi berlebihan, beli baju terlalu sering menghasilkan sampah tekstil, cuma menumpuk. Misal beri barang-barang yang gak dibutuhkan itu akan jadi berakhir di tempat pembuangan akhir, sampah,” ungkapnya.

Tak hanya konsumerisme, Nurul menyebut sifat kritis tehadap proses pembuatan produk juga bisa menjadi alasan frugal living.  “Jika proses pembuatan gak fair trade atau eksploitasi terhadap buruh, maka mereka akan lebih berkesadaran dalam mengonsumsi. Pada titik ini positif, kesadaran bagi Gen Z terutama untuk mereview ulang perilaku konsumtif dari generasi sebelumnya,” jelas Nurul.

2. Dibarengi perhatian terhadap pangan lokal dan hasil UMKM

ilustrasi pisang yang termasuk dalam keluarga buah beri (Pixabay/PeterG63)

Nurul mengajak melihat kembali alasan memilih frugal living, apakah disebabkan frugal lifestyle yang merupakan kritik terhadap konsumerisme global, atau dampak tidak adanya kesempatan memperbaiki ekonomi di kalangan Gen Z.
 
“Kalau sejauh yang saya amati di sosial media, frugal lifestyle ini kalau dibingkai dalam problem ekologis, kritik terhadap konsumsi berlebihan itu arahnya positif, tetapi ketika frugal sebagai manifestasi dari misal income Gen Z yang rendah karena kerja-kerja prekariat, kerja-kerja yang tidak menghasilkan income layak, tentu jadi problem sosial,” ungkap Nurul.
 
Pemilihan konsep hidup ini menurut Nurul perlu dibarengi perhatian terhadap potensi UMKM dan pangan lokal.
 
“Saya kira frugal living (perlu) dibarengi juga gerakan kembali mengonsumsi sesuatu yang dekat, yang lokal, sesuatu yang mata rantai karbonnya lebih pendek. Sehingga dampak lambatnya ekonomi bisa ditekan (terutama untuk UMKM),” jelas Nurul.

3. Makna berbeda lintas generasi

ilustrasi keluarga lintas generasi (unsplash.com/Rajiv Perera)

Nurul menambakah, frugal lifestyle juga diterapkan pada generasi lainnya dengan bingkai kesadaran yang berbeda, misal pada generasi baby boomers karena terjadinya krisis ekonomi. 
 
“Tiap generasi memaknai frugal ini secara berbeda ya, tapi saya kira ada potensi frugal living karena kesulitan kerja yang dialami Gen Z. Saya kira pelu menilik lebih lanjut. Jangan sampai karena kerja prekariat, UMR rendah, tapi lebih ke kesadaran,” ungkap Nurul.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us