Festival Gya Dolan Sesarengan, Ajak Anak Mencintai Budaya

- Gya Dolan Sesarengan mengajak anak-anak mencintai budaya dan warisan bangsa
- Festival ini menawarkan berbagai atraksi menarik dan kegiatan inklusif bagi anak-anak difabel
- Upaya meningkatkan kunjungan wisatawan di Jogja, khususnya di museum, serta pengembangan museum agar lebih interaktif
Yogyakarta, IDN Times – Puluhan anak tampak antusias menggoreskan pensil warnanya di selembar kertas bergambar. Ada juga yang bersiap tampil menunjukkan kebolehannya dalam bidang seni. Puluhan lainnya tampak asyik melihat koleksi kereta kuda milik Keraton Yogyakarta, di Kagungan Dalem Museum Wahanarata, Minggu (27/7/2025).
Serangkaian kegiatan yang diikuti oleh anak-anak ini menjadi bagian dari Festival Gya Dolan Sesarengan yang digelar Keraton Yogyakarta melalui KHP Nitya Budaya. “Gya Dolan Sesarengan menjadi salah satu komitmen Keraton untuk bulan Juli menjadi bulan mengedukasi, meningkatkan minat budaya anak-anak,” ujar Penghageng Nitya Budaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara.
Mengusung tema “Manunggaling Surasa” yang berarti "Bersatu dalam rasa yang sama," Gya Dolan Sesarengan menekankan nilai inklusivitas, mengajak anak-anak serta keluarga untuk merayakan kebersamaan dan keberagaman melalui aneka dolanan tradisional dan kegiatan budaya. Festival ini juga bertujuan untuk memberikan ruang inklusif bagi anak-anak difabel agar dapat turut menikmati warisan budaya bangsa.
1. Mengajak tiap generasi mengenal dan mencintai budaya

GKR Bendara mengatakan Gya Dolan Sesarengan sebagai langkah untuk memastikan generasi yang akan datang mengenal budaya dan mencintai budaya. Terlebih pada bulan Juli ini ada peringatan Hari Keluarga dan Hari Anak. “Kegiatan ini bukan sekadar festival anak biasa, melainkan sebuah ruang edukasi budaya yang penting untuk menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda sejak dini,” ujar GKR Bendara.
Festival Gya Dolan Sesarengan digelar dua hari pada Sabtu (26/7/2025) – Minggu (27/7/2025). Festival ini menghadirkan beragam atraksi menarik, mulai dari Lokakarya Bocah yang memberikan keterampilan kreatif kepada anak-anak, hingga panggung hiburan yang diisi berbagai komunitas, seperti Jogja Disability Art yang berkolaborasi dengan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS DIY), menampilkan pertunjukan angklung interaktif yang inspiratif.
Tidak ketinggalan, pentas Tari Topeng dari Desa Wisata Bobung, Gunungkidul, menjadi salah satu daya tarik utama, menampilkan kolaborasi apik antara anak-anak dan dewasa dalam seni tari yang ekspresif dan sarat makna moral. Penonton juga dihibur oleh penampilan Omah Cangkem yang mengajak interaksi langsung melalui musik dan gerak lagu yang edukatif dan menyenangkan.
Selain itu, hadir pula sesi talkshow inklusif bersama komunitas Ruma Guna Karsa, yang membahas pentingnya dukungan dan komunikasi yang baik antara caregiver dengan Orang Dengan Skizofrenia (ODS), serta kampanye penting tentang anti-bullying yang disampaikan melalui pementasan Ketoprak oleh Baskom AFC.
Festival ini juga dimeriahkan oleh kegiatan menarik lainnya seperti wisata edukasi Turangga, Kinder Musea dengan konsep jelajah museum yang interaktif, serta Eco Culture Market oleh Pasar Wiguna yang menjajakan produk lokal ramah lingkungan. Dengan kehadiran lebih dari 500 pengunjung per hari, Gya Dolan Sesarengan 2025 tidak hanya menjadi momen hiburan keluarga namun juga langkah nyata dalam menciptakan ruang budaya inklusif dan harmonis di tengah masyarakat.
2. Upaya meningkatkan kunjungan wisatawan

GKR Bendara mengungkapkan kegiatan semacam ini juga sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisata di Jogja, khususnya kunjungan di museum. Ia menyebut saat ini kunjungan wisatawan juga semakin membaik. “Saat ini wisata Jogja sudah mulai membaik, lebih positif daripada awal tahun,” ujar GKR Bendara.
GKR Bendara tidak menampik kebijakan daerah lain seperti Jawa Barat yang melarang kegiatan study tour cukup berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan. Meski begitu, kreativitas dari para pelaku wisata, bisa beradaptasi dengan kondisi yang ada.
“Jadi larangan di Jawa Barat berdampak, karena di Jogja banyak sekali yang mendapatkan benfit dari study tour, tapi Jogja gak pernah diem, karena langsung shifting. Yang bisa beradaptasi pasti bisa sukses,” ujar GKR Bendara.
Wisata edukasi seperti Museum Wahanarata juga terus beradaptasi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Kunjungan Museum Wahanarata saat ini dalam satu tahun sekitar 300.000 pengunjung. “Kita juga meningkatkan dengan event, harapan lebih ramai,” ungkap GKR Bendara yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY itu.
3. Pengembangan museum

GKR Bendara menyebut minat wisata edukasi seperti museum ini perlu dilihat dari dua sisi. Generasi Z dan Generasi Alpha saat ini kerap mencari museum yang menyajikan interaksi dua arah. “Sedangkan banyak museum kita yang satu arah, sehingga banyak dari teman museum untuk mulai mengubah,” ujar GKR Bendara.
Termasuk Museum Wahanarata ini mulai mengubah sedikit demi sedikit, agar apa yang ada di museum lebih interaktif. “Kegiatan hari ini contohnya ada kuda, jadi dua arah. Mereka (Anak-anak) bisa megang kuda. Jadi informasinya gak cuma satu arah,” ungkapnya.
Pemanfaatan teknologi juga diterapkan di Museum Wahanarata. Sehingga tampilan visual yang ada semakin menarik. “Ada seperti gambar, kalau hanya tulisan teks itu banyak yang jenuh. Teknologi sudah masuk, tidak perlu teknologi mahal, tetapi bagaimana bisa mengefektifkan untuk menarik minat mereka (wisatawan).