Penghitungan UMK Kota Yogyakarta 2023 Tak Gunakan Hasil Survei KHL   

Serikat buruh di Kota Yogyakarta tolak penggunaan 36/2021 

Yogyakarta, IDN Times - Penentuan upah minimum kota (UMK) Yogyakarta tahun 2023 tak lagi berdasarkan pada survei kebutuhan hidup layak (KHL) seperti tahun lalu. 

Kepala Bidang Kesejahteraan Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Rihari Wulandari memaparkan penghitungan UMK 2023 akan lebih rigid dibanding tahun lalu yang hanya berdasarkan pada indikator inflasi dan pertumbuhan ekonomi. 

1. Perhitungan UMK akan gunakan rumus

Penghitungan UMK Kota Yogyakarta 2023 Tak Gunakan Hasil Survei KHL   Ilustrasi upah. (Pixabay.com)

Menurut Rihari, penghitungan UMK 2023 akan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang memperhatikan berbagai indikator, di antaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi ditambah dengan variabel lain seperti konsumsi rata-rata dalam satu keluarga, jumlah pekerja di dalam satu keluarga dan lainnya.

“Jadi untuk penghitungan UMK 2023, semua mengacu pada angka dan rumus. Tidak ada lagi perbedaan pendapat antara pengusaha dan serikat pekerja,” katanya Selasa (18/10/2022). 

 

2. Disesuaikan dengan hasil survei BPS

Penghitungan UMK Kota Yogyakarta 2023 Tak Gunakan Hasil Survei KHL   Ilustrasi upah (IDN Times/Istimewa)

Pada proses penentuan UMK 2023, lanjut Rihari, Dewan Pengupahan Kota Yogyakarta hanya melakukan penghitungan sesuai rumus yang sudah ditetapkan dengan memasukkan angka hasil survei dari BPS.

“Jadi, tugas Dewan Pengupahan pada tahun ini hanya menghitung saja berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan. Tinggal memasukkan angka sesuai hasil survei dari BPS,” ujar Rihari dikutip Antara. 

Baca Juga: Harga Rumah Makin Mahal, Ini Saran Pengembang Jogja untuk Millennial

3. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Yogyakarta tolak penggunaan PP 36/2021

Penghitungan UMK Kota Yogyakarta 2023 Tak Gunakan Hasil Survei KHL   Ilustrasi upah (IDN Times/Arief Rahmat)

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Yogyakarta Deenta Julliant Sukma mengatakan, penggunaan PP 36 Tahun 2021 untuk penatapan UMK tidak lagi relevan. Serikat pekerja akan terus mendorong perubahan dasar hukum penetapan UMK yaitu bisa dikembalikan ke PP Nomor 78 Tahun 2015 atau Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kebutuhan Hidup Layak.

“PP tersebut merupakan turunan dari Omnibus Law. Padahal UU tersebut sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum. Kalau pemerintah tetap memakai PP 36/2021, maka kami akan menolak hasil penghitungannya karena dasar hukumnya sudah inkonstitusional,” katanya.

Menurutnya pekerja akan dirugikan jika dasar hukum penghitungan UMK tetap didasarkan pada PP 36/2021 karena dimungkinkan tidak ada kenaikan upah yang signifikan pada 2023 karena pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan.

“Padahal, harga bahan kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan yang signifikan. Terlebih ada kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu kenaikan bahan kebutuhan pokok,” katanya.

Menurutnya jika mengacu pada PP 36/2021, dimungkinkan terdapat perbedaan antara upah dan kebutuhan hidup layak sekitar 200 persen dan jika mengacu pada PP 78/2015 maka bisa dikurangi menjadi sekitar 11-13 persen.

Baca Juga: Sosialisasi Tol Jogja-YIA Ditargetkan Selesai 1-2 Bulan

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya