Komisi Pengawas Persaingan Usaha Cari Penyebab Beras di DIY Mahal

Panen raya diharapkan penuhi kebutuhan pangan

 

Belum temukan persaingan usaha tidak sehat

Yogyakarta, IDN Times - Harga beras di Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih tinggi menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) DIY. Lembaga tersebut menelusuri penyebab masih tingginya harga beras dengan menggencarkan pemantauan di level hulu hingga hilir.

"Pantauan rutin setiap minggu. Kita turun di pasar tradisional dan ritel modern. Pergerakan harga kita pantau terus," kata Kepala Bidang Kajian dan Advokasi KPPU DIY Sinta Hapsari, Senin (4/3/2024).

Sinta menjelaskan pantauan di lapangan digencarkan untuk mengetahui ada atau tidaknya perilaku pedagang yang melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan hasil pantauan sementara, ia menyebut KPPU DIY belum menemukan praktik pelanggaran regulasi itu.
"Sejauh ini belum ada (persaingan usaha tidak sehat). Kami juga sudah bicara dengan asosiasi penggilingan padi juga," kata dia.

1. Pantau perilaku pedagang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Cari Penyebab Beras di DIY MahalPedagang beras di Pasar Kranggan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Menurut Sinta, kajian terhadap tingginya harga beras di DIY, tidak sekadar berfokus pada perilaku pedagang. Kajian juga dilakukan pada ketersediaan beras di lapangan yang tidak jauh berbeda dengan kondisi nasional. Sinta menjelaskan melambungnya harga beras antara lain dipengaruhi alih fungsi lahan pertanian yang terus meluas, tingginya harga pupuk, persoalan iklim, hingga berkurangnya SDM petani yang mengakibatkan produksi beras merosot.

"Sedangkan permintaan kita naik terus. Kalau dari gambaran secara nasional saja kita lumayan besar antara produksi beras dan konsumsi kita. Sementara budaya makan kita kalau enggak makan nasi belum kenyang," katanya dikutip Antara.

2. Harga di penggilingan padi juga tinggi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Cari Penyebab Beras di DIY MahalIlustrasi Petani panen padi (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sinta menambahkan faktor lain yang mempengaruhi harga beras yakni harga gabah kering giling (GKG) di level petani yang menyentuh Rp9.000 per kg. Akibatnya membuat kenaikan harga beras baik premium maupun medium tidak terelakkan hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET).

Berdasarkan kajian KPPU DIY, lonjakan harga beras sejatinya sudah terjadi sejak 2021 dengan frekuensi kenaikan yang terus meningkat. “Kami berharap masa panen raya padi di DIY yang diperkirakan pada April-Mei 2024 mampu menekan biaya produksi beras,” jelasnya.

Baca Juga: Pedagang Beras Pasar Kranggan Keluhkan Harga Naik, Stok Berkurang

3. Panen raya diharapkan penuhi kebutuhan pangan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Cari Penyebab Beras di DIY Mahalpadi yang dijual oleh petani kepada agen, digargai Rp6,1 ribu perkilogram (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sebelumnya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY menyebutkan potensi panen raya padi pada April-Mei 2024 di wilayah ini mencapai 303.542 ton gabah kering giling (GKG). Dengan panen raya itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan menekan harga beras di pasaran.

Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan DPKP DIY Andi Nawa Candra, masa tanam padi di DIY yang sesuai siklusnya jatuh pada Oktober-Desember 2023, harus mundur karena hujan baru turun pada Januari 2024 akibat fenomena El Nino. “Dengan demikian, apabila diakumulasi, potensi produksi padi di DIY sejak Januari hingga Mei 2024 diperkirakan total mencapai 389.001 ton GKG atau setara 245.849 ton beras dengan luas lahan panen mencapai 68.121 hektare sawah,” jelasnya.

Baca Juga: Fakta Benteng Keraton Jogja, Awalnya Dibangun dari Gelondong Kayu

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya