Romo Paulus Wiryono Priyotamtama, Perwakilan Masyarakat dan penggagas berdirinya Eco-Camp Mangun Karsa. Dok: istimewa
Pratomo memaparkan pembangunan embung dilakukan selama 4 bulan. Target pembangunan yang awalnya direncanakan hanya 2,5 bulan molor. Hal ini disebabkan 80 persen pembangunan di tanah karst. Embung ini sendiri setelah digali 4,5 meter, kemudian dilapisi dengan geotekstil dan geomembran.
"Kapasitas air tertampung 10 ribu m3, atau 10 juta liter. Bisa mengairi tanaman holtikultura dengan jarak tanam 7x7, sebanyak 25-30 hektare. Ini baru terpakai 15 hektare masih ada potensi untuk digunakan lebih lagi," paparnya.
Selain tanaman pertanian, di sekitar embung juga banyak ditanami buah-buahan, seperti kepala kopyor, alpukat, kelengkeng. Komoditas baru ini diperkirakan ke depan juga bisa menjadi jagoan bagi masyarakat setempat.
Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, Perwakilan Masyarakat dan penggagas berdirinya Eco-Camp Mangun Karsa menjelaskan bersamaan dengan dibangunnya embung ini, pihaknya membuka 4 hektare tanah yang digunakan untuk kebun buah. Seperti durian, alpukat, sirsak, kelengkeng, kelapa.
"Diharapkan pariwisata embung bisa jadi daya tarik tersendiri. Dengan pariwisata biasanya kombinasi pendidikan ekologis, penjualan bibit dan yang lainnya. Jadi lebih ke pariwisata green tourism," katanya.