Lanjut ke kalangan atlet, kata Ken, saat ini pihaknya tengah mengupayakan program deradikalisasi terhadap belasan olahragawan yang terkait kelompok radikal.
Para atlet ini adalah mereka-mereka yang berprestasi dan bakal berlaga di PON 2020. "Positif masuk kelompok radikal anti Pancasila," katanya.
Sejauh ini, belasan atlet itu bersikap kooperatif saat ditanganinya. Akan tetapi, Ken belum yakin mutlak mereka akan kembali ke jalur Pancasila.
Menurutnya, masih butuh diberondong materi dan dialog kenegaraan lainnya agar mereka bisa benar-benar terderadikalisasi. Padahal, lanjutnya, para atlet ini saat di asrama tiap harinya juga ikut melakukan giat hormat bendera Merah Putih maupun mengumandangkan Lagu Indonesia Raya. Tapi, ditegaskan Ken lagi, itu bukan jaminan.
Dalam benak mereka, pikiran bahwa Pancasila itu thoghut atau berhala bisa saja masih bersisa. "Ini yang kadang susah dihilangkan, bahwa Pancasila itu bukan pengganti Alquran. Pancasila itu seperti Piagam Madinah. Pancasila sebuah kesepakatan bersama," terangnya.
Ideologi radikalisme yang senyap macam ini, kata Ken, sudah ada sejak lama. Ia memakai dirinya sebagai contoh. Ken muda adalah seorang atlet pencak silat asli Jateng sebelum merapat ke NII 2002-2003 silam.
Waktu dibawa ke Jakarta, Ken mengaku menyaksikan rekan sesama atlet yang tetap menyempatkan diri membaca Kitab Suci Alquran di tengah sibuknya waktu. Merasa kagum, dia pun mendekati kawannya itu.
Akan tetapi, Ken tertipu. Karena, yang rekannya bahas kala itu bukan agama. "Tapi, mereka membahas persoalan-persoalan negara," sebutnya.