Saat bertugas, dr Soeko tak tampil layaknya seperti dokter. Sehari-hari ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Ini karena ia ingin menyatu dengan masyarakat yang ia layani. Selain itu, ia adalah sosok yang jarang mempublikasikan dirinya.
Yusak bahkan mengaku tak memiliki foto dr Soeko, padahal mereka kerap berjumpa. "Saya sendiri saja tidak punya fotonya padahal saya sering ketemu, kalau saya ke Kanggime sering menginap di rumahnya selama tiga hari baru kembali ke ibu kota kabupaten," tuturnya.
Sebelum mengabdi di Tolikara, kata Yusak, dr Soeko bertugas cukup lama di Kurulu, Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Usai tiga tahun mengabdi di Kanggime, dr Soeko pun ditarik ke Puskesmas Nambunage. Di sana ia bertugas selama 2 tahun 8 bulan, sebelum akhirnya meninggal di Wamena saat kerusuhan terjadi.
Menurut Yusak, jarang ada dokter seperti dr Soeko, yang memilih bertugas di lokasi pedalaman. Apalagi, ia dikenal sangat dekat dengan masyarakat.
"Oleh karena itu, kita semua merasa kehilangan dengan kepergian dokter Soeko yang tidak disangka ini. Jadi kalau beliau ke Karubaga, ibu Kota Kabupaten Tolikara itu kadang satu bulan sekali itu pun hanya sehari lalu kembali lagi," ujarnya.