Bantul, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Bantul berencana menerapkan sistem pembayaran non tunai atau cashless untuk retribusi objek wisata dan parkir. Langkah ini diharapkan dapat menekan potensi kebocoran pendapatan serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dongkrak PAD-Cegah Kebocoran, Bantul Kebut Sistem Nontunai untuk Retribusi

Intinya sih...
Pemerintah Bantul menerapkan pembayaran non tunai untuk retribusi objek wisata dan parkir
TPR dan tempat parkir akan dipasang barcode untuk pembayaran nontunai, memudahkan masyarakat dan mengoptimalkan pendapatan daerah
Seluruh target pajak sudah tercapai pada triwulan ke-3 tahun 2025, menunjukkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1. Membudayakan pembayaran nontunai
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyampaikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Kabupaten Bantul sebagai daerah dengan tingkat akses keuangan yang cukup tinggi di DIY. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Bantul semakin terbiasa melakukan transaksi non tunai. Bahkan, menurutnya, para pedagang kecil kini sudah banyak yang menggunakan barcode untuk sistem pembayaran digital.
“Pembayaran secara non tunai lebih akuntabel, tidak terjadi kebocoran, dan uang langsung masuk ke bank. Karena itu, sistem ini akan diterapkan di tempat pemungutan retribusi atau TPR di objek wisata,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).
2. TPR dan tempat parkir akan dipasang barcode untuk pembayaran nontunai
Abdul Halim menjelaskan, seluruh tempat pemungutan retribusi (TPR) di objek wisata nantinya akan dilengkapi barcode untuk pembayaran non tunai bagi wisatawan. Selama ini, transaksi di TPR masih didominasi pembayaran tunai.
“Termasuk parkir yang juga memberikan PAD cukup besar bagi Pemkab Bantul, akan kita dorong untuk pembayaran secara non tunai,” ungkapnya. Ia menegaskan pentingnya percepatan digitalisasi. “Ya, digitalisasi harus kita lakukan secepat mungkin,” tambahnya.
Menurut Halim, penerapan barcode di TPR dan tempat parkir tidak hanya menguntungkan pemerintah, tetapi juga mempermudah masyarakat. “Misalnya kita tidak punya uang receh seribu, dua ribu, atau lima ribu, itu jadi masalah untuk bayar parkir. Sebaliknya, petugas parkir sering tidak punya uang pengembalian. Lha, ini kan repot,” jelas politisi PKB itu.
Ia menambahkan, penerapan sistem pembayaran non tunai juga perlu diatur melalui peraturan bupati (perbup). “Jadi, pembayaran bisa melalui barcode atau cara lain seperti aplikasi Visiting Jogja maupun aplikasi Beti Sakebon milik Dinas Pariwisata Bantul,” terangnya.
3. Seluruh target pajak sudah tercapai pada triwulan ke-3 tahun 2025
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Bantul, Istirul Widilastuti, menyampaikan bahwa sejumlah target pajak Pemkab Bantul pada triwulan ketiga tahun 2025 telah tercapai.
“Misalnya, PBB-P2 dengan target Rp69 miliar terealisasi Rp69,8 miliar, pajak reklame target Rp2,7 miliar terealisasi Rp2,8 miliar, serta PBJT makanan dan minuman target Rp24,1 miliar terealisasi Rp24,3 miliar. Pajak-pajak lainnya juga sudah melampaui target,” ungkapnya.
Istirul menambahkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak hanya bersumber dari pajak, tetapi juga dari retribusi. Karena itu, pihaknya akan berkolaborasi dengan sejumlah organisasi perangkat daerah, seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Perhubungan, untuk mengoptimalkan pendapatan sektor tersebut.
“Saya berharap PAD dari pajak dan retribusi pada tahun 2026 dapat terus meningkat, sehingga pembangunan di Bantul juga semakin berkembang,” tuturnya.