Sleman, IDN Times - Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau dokter residen di RSUP Dr Sardjito mengalami kekerasan fisik dari salah seorang anggota keluarga pasien. Persoalan ini namun telah diselesaikan secara damai melalui jalur mediasi.
Dokter Residen di RSUP Dr Sardjito Alami Kekerasan Fisik, Ini Faktanya

Intinya sih...
Kasus dugaan penganiayaan dokter residen di RSUP Dr. Sardjito viral di media sosial.
Kejadian bermula saat pasien rujukan dari Magelang meninggal dunia. Salah satu anak pasien yang emosional melampiaskan kekecewaannya dengan memukul residen.
Masalah diselesaikan lewat mediasi, keluarga pasien meminta maaf secara tertulis.
1. Viral dokter residen dianiaya dokter senior
Kasus kekerasan fisik terhadap dokter residen yang mulanya bersifat dugaan ini viral di media sosial setelah diunggah oleh dokter gigi spesialis konservasi gigi, Mirza Mangku Anom melalui akun Instagramnya @drg.mirza via fitur story. Intinya adalah dua orang dokter residen diduga dianiaya oleh seorang dokter spesialis senior sebuah rumah sakit di Magelang yang saat itu sedang mengantar orangtuanya berobat ke RSUP Dr. Sardjito.
Atas kejadian ini, otoritas RSUP Dr. Sardjito telah melakukan pendalaman dan menemukan sejumlah fakta.
2. Kejadian sebenarnya dan duduk perkara kejadian
Manajer Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan menuturkan, hasil pendalaman memang mendapati adanya kekerasan atau kontak fisik tersebut.
"Residen menerima kontak fisik, walaupun residen kami tidak ada luka sebetulnya. Dari hal tersebut, kami coba melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian," ujar Banu, Senin (25/8/2025).
Banu bilang kejadian ini berawal saat Unit Gawat Darurat (UGD) RSUP Dr. Sardjito menerima seorang pasien perempuan rujukan dari RS Soerojo Magelang, Jumat (22/8/2025).
Kondisi pasien ketika datang sudah dalam kondisi cukup kritis, prosedur medis tak mampu menolong sehingga pasien dinyatakan meninggal dunia keesokan dini harinya.
Sejumlah anggota keluarga atau anak-anak dari pasien berduka, salah seorang di antaranya berprofesi sebagai tenaga kesehatan (nakes) bukan di RSUP Sardjito.
Kemudian, seorang anak lainnya dari pasien wafat atau saudara si nakes berubah emosional. Dia kecewa terhadap rumah sakit dan melampiaskan kekecewaannya dengan beberapa kali memukul seorang dokter residen di sana.
"Jadi yang melalukan tindakan kontak fisik bukan nakes," kata Banu.
Banu memastikan bahwa berdasarkan keterangan yang diperoleh, sang nakes kala kejadian tengah mendampingi jenazah ibunya tersebut.
Kata Banu, rumah sakitnya telah mengundang keluarga pasien untuk hadir menyelesaikan masalah ini. Pertemuan salah satunya guna mengonfirmasi alasan pihak yang bersangkutan melakukan kekerasan terhadap dokter residen.
"Kami lakukan sebuah pertemuan untuk mencapai titik temu. Apa yang menjadi kausa dia sampai melakukan tindakan kekerasan verbal dan non-verbal tersebut," jelasnya.
3. Selesai secara damai
Dari langkah-langkah tersebut, Banu mengklaim disampaikan pengakuan maaf oleh keluarga pasien atas peristiwa itu. Kedua pihak dalam hal ini dokter residen dan keluarga pasien sepakat menyelesaikan masalah ini dalam mediasi.
Kesepakatan itu tercantum dalam surat pernyataan sikap permintaan maaf, ditandatangani atas nama keluarga pasien ditanda tangani pada Senin (25/8/2025).
Adapun isi surat itu adalah keluarga pasien menyampaikan permohonan maaf kepada pihak yang dirugikan melalui peristiwa sebelumnya.
"Bahwa kontak fisik yang terjadi dilakukan oleh salah satu keluarga kami (non-medis) yang saat itu emosional dan dalam suasana duka. Kami mewakili keluarga tetap memiliki komitmen mendukung penuh zero tolerance terhadap bullying di rumah sakit," bunyi sejumlah poin dalam pernyataan tersebut.
Isi surat juga menuliskan jika antara para pihak terkait telah sepakat damai untuk masalah pelayanan kesehatan yang telah berkembang ramai di media sosial dan media massa.
Lebih lanjut, Banu menambahkan bila RSUP Dr Sardjito dan FK-KMK UGM berkomitmen untuk menghilangkan perundungan dalam ranah pendidikan kedokteran. Langkah-langkah yang diambil rumah sakit sebelumnya adalah bentuk perlindungan kepada para SDM-nya dari segala bentuk perundungan, kekerasan fisik atau intimidasi.
"Kami tidak mentoleransi adanya bullying, baik yang dilakukan oleh keluarga pasien maupun secara internal oleh tenaga medis. RSUP Dr Sardjito sangat melindungi seluruh civitas hospitalia, baik itu dokter, perawat, tenaga medis, peserta didik. Ini sangat kami lindungi," pungkas Banu.