DIY Darurat Rumah Sakit, Jangan Biarkan Jadi Kolaps Gegara COVID

Yogyakarta, IDN Times - Sebuah informasi tentang kondisi ruangan pasien COVID-19 Rumah Sakit Panembahan Senopati terkirim di sejumlah media sosial. Manajemen meminta maaf tak dapat menerima pasien rujukan COVID-19, alasannya ruangan telah penuh.
Selamat malam bapak/ibu…
Sehubungan dengan peningkatan pasien COVID-19 di Kabupaten Bantul yang imbasnya kembali terjadi penumpukan pasien di IGD RSPS (Rumah Sakit Panembahan Senopati), kami mohon maaf. Demi keamanan dan kenyamanan semua, IGD RSPS mulai 12 Januari 2021 pukul 21.00 WIB tidak menerima rujukan pasien COVID maupun non-COVID. Rujukan pasien dari RS, puskesmas, maupun fasyankes lain, mohon dapat dialihkan ke RS yang lain.
Apabila penumpukan pasien sudah dapat teratasi, kami akan menerima rujukan lagi dan akan kami informasikan secepatnya.
Terima kasih
Pengumuman serupa juga dikeluarkan pihak manajemen RS PKU Bantul. Pada tanggal yang sama per pukul 00.00-14.00, instalasi gawat darurat (IGD) untuk sementara tidak mampu menerima pasien.
Dari 27 rumah sakit rujukan COVID-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kondisi bed occupancy rate (BOR) hampir 100 persen penuh. Rumah sakit mengalami over capacity alias kapasitas rumah sakit penuh. Tak ada tempat tidur kosong, baik di ruang isolasi atau pun di ICU.
Ketika enam jurnalis yang bergabung dalam kolaborasi liputan COVID-19 di Yogyakarta mengecek satu per satu rumah sakit rujukan pada hari yang sama, 12 Januari 2021, ruang rawat dari 23 rumah sakit penuh. Ironisnya, ada sejumlah pasien di dua rumah sakit antre di IGD. Sisanya, ruang isolasi di dua rumah sakit masih tersedia bed, tetapi khusus pasien perempuan. sebanyak enam bed atau tempat tidur ruang isolasi di satu rumah sakit masih tersisa tetapi khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa. Dan satu rumah sakit tak bisa dihubungi.
“Kami terpaksa menutup IGD selama dua hari ini. Karena masih ada pasien yang terpaksa dirawat di IGD,” kata Penanggung Jawab Layanan COVID-19 Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dokter spesialis paru, Siswanto dalam wawancara secara daring pada 5 Januari 2021.
Penutupan IGD juga tengah dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih ketika proses wawancara daring pada 7 Januari 2021. Menurut Direktur Utama, Vincentius Triputro Nugroho terjadi retensi atau penumpukan pasien di IGD sebanyak 6 hingga 10 pasien.
"Ruang rawat inap penuh, ICU tak bisa lagi diisi pasien. BOR pun mencapai 95-100 persen dari idealnya 70-80 persen. Jadi yang datang ke IGD, kalau bisa pulang ya pulang dulu, kami bekali obat,” kata dokter gigi ini.
1. Antrean pasien menumpuk di IGD
Per 5 Januari 2021, RSA UGM merawat 53 pasien dari 42 bed isolasi yang tersedia. Artinya, sisanya terpaksa dirawat di IGD. Idealnya seorang pasien dirawat di IGD cukup dua jam. Setelah itu pasien diharuskan dipindah dan dirawat di bangsal atau dirujuk ke rumah sakit lain. Kedua opsi itu tak memungkinkan karena kapasitas penuh.
“Situasi mengkhawatirkan betul di tiap rumah sakit. Itu yang membuat rumah sakit memutuskan IGD off,” kata Siswanto.
Padahal pasien yang dirawat lebih banyak dalam kondisi berat dan kritis, beberapa di antaranya bahkan mempunyai komorbit. Ada yang datang dengan hipertensi yang tak terkontrol, diabetes melitus, gagal jantung, obesitas terutama pada laki-laki, paru kronik, baik kanker paru atau pun non-kanker.
Hal yang sama terjadi di RSU PKU Bantul, saat ini terpaksa merawat tiga pasien di IGD. Penumpukan di IGD sudah terjadi selama sebulan . Sehari rumah sakit ini akan mendapat 3 hingga 5 pasien baru. Diakui Direktur Pelayanan Mediknya, Nurcholid Umam Kurniawan, hal ini menjadi beban tersendiri buat rumah sakit rujukan.
“Karena harus menampung pasien dalam kondisi tak begitu bagus, harus drawat dan tak bisa dipulangkan. Jumlahnya meningkat tiap hari,” kata Umam pada 7 Januari 2021.