Yogyakarta, IDN Times - Hujan baru saja selesai mengguyur kawasan utara kabupaten Sleman, Yogyakarta, namun matahari langsung memancarkan lagi sinar teriknya di sisa sore itu. Sejak siang, Aulia Tari, mahasiswi berusia 20 tahun, sudah duduk di Dongeng Kopi ditemani laptop dan memesan es kopi susu sebanyak dua kali. Kedua-duanya disajikan dengan gelas kaca dan sedotan stainless steel.
"Yang saya suka dari kafe ini penyajiannya gak pakai plastik. Dan nanti kalau take away kita dikasih cup reusable," kata Aulia. Mengurangi sampah plastik memang menjadi salah satu pertimbangan mahasiswi universitas swasta itu dalam memilih kafe, selain faktor harga, rasa, dan kelancaran Wi-Fi.
Meski tidak bisa 100 persen menerapkan gaya hidup zero waste, Aulia merasa cukup puas mengetahui dirinya punya andil dalam mengurangi timbulan sampah di Yogyakarta yang kian menjadi momok setelah proses penutupan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan September 2023 lalu.
Kepedulian anak muda akan pentingnya menjaga planet dari kehancuran lingkungan tercermin dari survei IDN Times melalui Indonesia Gen Z Report 2023, di mana sebanyak 79 persen menyatakan perubahan iklim merupakan isu serius. Selanjutnya, 70 persen anak muda merasa bertanggung jawab terhadap iklim. Dan mereka bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan.
Akan tetapi, kepedulian dan kemauan untuk membayar lebih untuk produk ramah lingkungan, belum tecermin dalam aksi nyata. Dari survei lanjutan yang kami lakukan, sebanyak 71 persen mengaku membuang gelas sekali pakai, sedotan, atau sampah plastik kafe lainnya langsung ke tempat sampah. Hanya sekitar 15 persen yang menggunakan ulang plastiknya.
Kebanyakan dari mereka mengaku tidak memilah antara sampah organik dan nonorganik saat membuang kemasan kopinya karena tidak mengetahui mengenai prosedur membuang sampah yang baik dan benar.
Temuan-temuan ini membawa kami untuk menelisik situasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebuah provinsi yang tak pernah kekurangan akan dua hal: kafe dan anak muda.