Takut Ikuti Rapid Test, Pedagang Pasar di Bantul Pilih Pulang Duluan

Ada stigma negatif terhadap orang yang dinyatakan reaktif

Bantul, IDN Times - ‎Dinas Kesehatan bersama Dinas Perdagangan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta kembali menggencarkan rapid test COVID-19 yang ditujukan kepada pedagang pasar di Bantul. Rapid test massal ini sedianya digelar mulai 6 Juli hingga 14 Juli 2020 yang menyasar 8.582 pedagang di 44 pasar yang ada di Kabupaten Bantul.

Pada Senin (6/7/2020), pedagang di pasar Jodog, Sorobayan, Pundong, Piyungan, dan Sungapan kebagian jatah melakukan rapid test. Sedangkan di pasar sore Janten digelar rapid test kedua bagi pedagang yang dinyatakan negatif pada tahap pertama. Yang menarik, sejumlah pedagang memilih pulang sebelum tes cepat dimulai.

Baca Juga: Gugus Tugas Klaim Bantul Telah Lewati Puncak Penyebaran COVID-19

1. Pedagang kemasi dagangan dan pulang sebelum rapid test massal COVID-19 digelar‎

Takut Ikuti Rapid Test, Pedagang Pasar di Bantul Pilih Pulang DuluanKasi Sarana dan Prasarana, Dinas Perdagangan Kabupaten Bantul, Yogyakarta Haryono. IDN Times/Daruwaskita

Pelaksanaan rapid test massal yang ditujukan untuk deteksi dini penularan COVID-19 terhadap pedagang tidak semulus yang diharapkan. Sebab, banyak pedagang yang memilih menutup dagangannya begitu mengetahui akan ada rapid test dari Dinkes Bantul.

"Jadi banyak pedagang yang memilih menutup dagangannya dan pulang lebih pagi takut menjalani rapid test," kata Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Perdagangan Bantul Haryono di pasar Jodog, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Senin (6/7/2020).

Menurutnya, 141 pedagang pasar Jodog menjadi target rapid test, baik pedagang tetap maupun pedagang tiban. Namun, menjelang pukul 12.00 WIB baru sekitar 100 pedagang yang mengikuti rapid test.

"Dinas Perdagangan sendiri menargetkan ada 8.582 pedagang pasar di 44 pasar di Bantul yang mengikuti rapid test. Namun karena ada yang takut menjalani rapid test sehingga peserta (pedagang) tidak maksimal," tuturnya.

2. Pedagang masih takut dengan stigma negatif hasil reaktif rapid test

Takut Ikuti Rapid Test, Pedagang Pasar di Bantul Pilih Pulang DuluanDinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan Bantul gelar rapid test masal COVID-19 kepada pedagang pasar Jodog, Kabupaten Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Sementara, Koordinator Lapangan (Korlap) rapid test COVID-19 di pasar Jodog, Sri Sudewi mengatakan masih adanya stigma negatif bagi pedagang yang dinyatakan reaktif. Hal ini membuat pedagang enggan mengikuti rapid test.

"Ketika ada yang reaktif, kemudian diisolasi ke rumah sakit untuk menjalani uji swab, ada stigma negatif dan pengucilan dari masyarakat yang membuat pedagang ketakutan mengikuti rapid test. Padahal hasil reaktif belum tentu positif COVID-19 karena untuk penegakan positif COVID-19 harus dengan uji swab," terangnya.

"Tapi untuk rapid test di pasar Jodog ini hampir 100 peserta yang menjalani rapid test hasilnya negatif semua," tambah Dewi.

Dewi menambahkan, beberapa hari menjelang pelaksanaan, pedagang memang mendapatkan undangan untuk menjalani rapid test, namun undangan tersebut justru membuat pedagang memilih pulang lebih cepat.

"Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita agar ada kesadaran bagi pedagang pasar untuk menjalani rapid test agar hasilnya lebih maksimal. Karena masih ada puluhan pasar dan ribuan pedagang yang akan menjalani rapid test," tuturnya.

3. Perlu sosialisasi yang masif kepada pedagang terkait rapid test ‎

Takut Ikuti Rapid Test, Pedagang Pasar di Bantul Pilih Pulang DuluanHasil rapid test kepada pedagang pasar Jodog belum ditemui hasilnya reaktif. IDN Times/Daruwaskita

Anggota Komisi D DPRD Bantul, Eko Sutrisno Aji tak membantah adanya ketakutan pedagang pasar untuk menjalani rapid test karena mereka takut dikucilkan oleh warga lainnya. Hal tersebut sempat terjadi pada pedagang pasar tradisional Bantul yang dinyatakan reaktif rapid test kemudian menjalani isolasi di rumah sakit. Pedagang merasa dikucilkan oleh tetangganya meski hasil uji swab negatif.

"Selain dikucilkan mereka juga takut diisolasi di rumah sakit dan keluarga di rumah harus menjalani isolasi mandiri," tuturnya.

Oleh karenanya Eko berharap adanya sosialisasi yang masif terkait tujuan rapid test, prosedur penanganan di rumah sakit ketika dinyatakan reaktif serta pemilihan lokasi rapid test pada tempat yang lebih strategis.

"Bisa saja satu pasar ada dua lokasi untuk rapid test sehingga hasilnya maksimal. Seperti di pasar Jodog hanya menyasar pedagang yang rutin berjualan di pasar Jodog namun bagi pedagang tiban yang berjualan saat hari pasaran tak tersasar rapid test. Padahal pedagang ini mobilitasnya tinggi dari satu pasar ke pasar yang lainnya," terangnya.‎

Baca Juga: [UPDATE] 5 Juli 2020, Ada 6 Kasus Baru Positif COVID-19 di DIY

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya