Kurang Dilirik Petani Lokal, PHC Pucamadu Laris Manis di Luar Jawa

Pucamadu produk pupuk asli dari Bantul

Intinya Sih...

  • PT Madubaru di Bantul menghasilkan Pucamadu, pupuk cair hayati dari olahan vinasse, dengan penjualan mencapai Rp15,6 miliar pada 2023.
  • Pucamadu telah digunakan oleh petani di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi untuk tanaman padi dan holtikultura.
  • Persepsi negatif terhadap Pucamadu sebagai limbah pengolahan tebu membuatnya kurang diminati oleh petani DIY meski dapat menghemat pengeluaran hingga 70-80 persen.

Bantul, IDN Times - PT Madubaru (PG-PS Madukismo) dikenal sebagai pabrik penghasil gula pasir terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng). Namun, selain menghasilkan gula pasir dari tebu, perusahaan yang berlokasi di Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, ini juga menghasilkan spiritus dan alkohol serta pupuk hayati cair (PHC) yang diberi nama Pucamadu (Pupuk Cair Madukismo.

Produk PHC Pucamadu bahkan sudah beredar dan digunakan oleh petani di Jawa Tengah, Jawa Barat, Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Penjualannya pada tahun 2023 mencapai Rp15,6 miliar.

1. PHC Pucamadu produk turunan dari pengolahan gula

Kurang Dilirik Petani Lokal, PHC Pucamadu Laris Manis di Luar JawaProses pengemasan PHC Puca Madu.(IDN Times/Daruwaskita)

Kepala Unit Alkohol dan Pupuk PT Madubaru, Iwantara, menjelaskan bahwa PHC Pucamadu dihasilkan dari olahan vinasse, produk sampingan dari proses pembuatan etanol dalam industri pengolahan gula, yang mampu diproduksi hingga 21 ribu liter per hari.

"Dari vinasse ini selanjutnya diolah kembali menjadi pupuk hayati cair (PHC) yang kita beri nama Pucamadu dan mulai diproduksi sejak tahun 2016 yang lalu," ucapnya, Jumat (12/7/2023).

2. PHC Puca Madu lebih unggul dibanding pupuk organik

Kurang Dilirik Petani Lokal, PHC Pucamadu Laris Manis di Luar JawaProses pengolahan vinasse menjadi PHC Puca Madu.(IDN Times/Daruwaskita)

Seiring waktu, PHC Pucamadu mulai dikenalkan kepada petani melalui demplot tanaman padi dan holtikultura di Jawa dan luar Jawa. "Setelah demplot dengan menggunakan PHC Pucamadu cukup memuaskan, akhirnya petani mulai tertarik dan mulai menggunakan PHC Pucamadu yang kualitasnya jauh lebih baik daripada pupuk organik," ujarnya.

Namun, Iwantara mengakui bahwa PHC Pucamadu masih kurang dikenal di kalangan petani DIY, termasuk di Bantul. Sebab, selama ini petani lebih akrab dengan pupuk kimia atau pupuk organik.

"Nah ini memang pekerjaan rumah bagi kita untuk mengenalkan pupuk hayati kepada para petani karena jauh lebih unggul dibandingkan dengan pupuk organik maupun pupuk kimia," ungkapnya.

Baca Juga: Manfaatkan Tanah Kalurahan, Kesejahteraan Warga di Sleman Meningkat

3. PHC Pucamadu mampu menekan penggunaan pupuk kimia hingga 80 persen

Kurang Dilirik Petani Lokal, PHC Pucamadu Laris Manis di Luar JawaIlustrasi pupuk kimia (pexels.com/Antony Trivet)

Sementara itu, Formulator Pupuk dan Direktur PT Bumi Tani Agung Saksi, Sigit Himawan, menyatakan bahwa PHC Pucamadu kurang laku di DIY karena persepsi petani yang menganggapnya sebagai limbah pengolahan tebu. "Jadi permasalahan itu karena persepsi bahwa PHC Pucamadu itu dihasilkan dari limbah atau yang akrab oleh masyarakat disebut blothong," ujarnya.

"Padahal saat kita demplot tanaman padi atau holtikultura dengan PHC Puca Hayati dengan gratis hasilnya cukup bagus. Tapi, setelah kita tawarin untuk beli PHC Pucamadu, tidak mau. Kalau gratis mau, kalau beli ya nanti dulu," tambah dia.

Menurutnya, penggunaan PHC Pucamadu dengan harga Rp57 ribu per botol isi satu liter untuk 1000 meter lahan dapat menghemat pengeluaran petani hingga 70-80 persen. "Penggunaan PHC Pucamadu ini bisa dengan dikocorkan atau disemprot sebelum lahan ditanami bibit baik padi maupun tanaman holtikultura termasuk juga tanaman tembakau," terangnya.

4. PHC Pucamadu masih dianggap pupuk hasil olahan limbah pabrik gula

Kurang Dilirik Petani Lokal, PHC Pucamadu Laris Manis di Luar JawaFormulator Pupuk dan Direktur PT Bumi Tani Agung Saksi, Sigit Himawan.(IDN Times/Daruwaskita)

Sigit juga menyebutkan bahwa pihaknya pernah bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Bantul untuk demplot dengan PHC Pucamadu, tetapi keberlanjutannya tidak jelas. 

"Saya tidak tahu kok tidak berlanjut dan petani yang terlibat demplot juga masih mengandalkan pupuk kimia atau pupuk bukan produk PT Madubaru. Kalau petani terkadang masih ada persepsi PHC Pucamadu itu hasil olahan limbah. Nah persepsi pupuk dari limbah itu yang sedang coba kota benahi," ujarnya.

"Harapan kita produk pupuk lokal dari Bantul ini juga menjadi raja di daerahnya sendiri. Meski sampai hari ini tidak bisa dipungkiri ketergantungan petani terhadap pupuk kimia masih tinggi," tambahnya lagi.

Baca Juga: Bantul Siapkan Dana Rp950 Juta untuk Elektrifikasi Lahan Pasir

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya