10 Tahun Manggung, Sekar Pangkur Bantul Tak Minta Bayaran‎

Sekar Pangkur diharapkan terus lestarikan budaya Jogja‎

Bantul, IDN Times - ‎Bagi masyarakat Bantul pada umumnya nama Sekar Pangkur masih asing di telinga. Namun, siapa sangka paguyuban seni yang telah eksis sejak tahun 2010 ini sama sekali tidak menarik biaya setiap kali pentas. 

Masyarakat yang memiliki gawe atau hajatan cukup mengeluarkan uang untuk mengangkut alat musik, menyediakan rokok, serta makan dan minum bagi anggota Paguyuban Sekar Panggung saat pentas.

Atas perjuangan dari Paguyuban Sekar Pangkur yang melestarikan budaya yakni hadroh (terbangan), campur sari hingga seni klasik ini, Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberikan bantuan sosial bagi Paguyuban Sekar Pangkur.

1. Paguyuban Sekar Pangkur terbentuk dari kumpul-kumpul‎

10 Tahun Manggung, Sekar Pangkur Bantul Tak Minta Bayaran‎Ketua Paguyuban Sekar Pangkur, Kabupaten Bantul, Suparno.(IDN Times/Daruwaskita)

Ketua Paguyuban Sekar Pangkur, Suparno, mengatakan paguyubannya pertama kali terbentuk pada tahun 2010 silam, diawali dengan kumpul-kumpul sekitar tujuh orang.

"Jadi saat ngobrol sana kemari ada yang membawa terbang (alat seni hadroh), kemudian main terbang atau hadroh dengan lagu-lagu islami saat itu," katanya, di sela-sela penyerahan bantuan sosial dari Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial DIY kepada Paguyuban Sekar Pangkur, Sabtu (1/10/2022) malam.‎

Dengan berkembangnya waktu, ada orang yang datang membawa alat gamelan yakni saron, kemudian membawa gong sehingga awalnya Paguyuban Sekar Pangkur tidak bermodalkan uang namun modalnya kumpul dan apa yang dimiliki dibawa. Setiap anggota yang punya makanan ketika latihan dibawa.

"Jadi dari awal memang tujuannya tidak ada yang ke arah politik, tujuan sosial juga tidak ada. Hanya kumpul-kumpul saja kebetulan yang kumpul-kumpul suami istri dan pertemuannya keliling," ujarnya.

2. Memiliki anggota 25 orang dan memainkan seni hadroh, campursari hingga seni klasik‎

10 Tahun Manggung, Sekar Pangkur Bantul Tak Minta Bayaran‎Paguyuban Sekar Pangkur saat pentas dengan kesenian klasik.(IDN Times/Daruwaskita)

Seiring berjalannya waktu juga Paguyuban Sekar Panggung memiliki 25 anggota dan tiga kesenian yang dimainkan yakni hadroh, campursari dan kesenian klasik.

"Nah mulai itu juga kita punya semacam tempat pertemuan, latihan hadroh, campur sari hingga kesenian klasik di Kampung Pedak, Padukuhan Bantul Warung, Kalurahan Bantul, Kapanewon Bantul," ujarnya.

"Jadi kalau mau pentas seni itu, dari 25 orang mau dipecah mau pentas campur sari, hadroh hingga klasik sudah cukup bahkan dalam satu hari semua pentas masih bisa dilayani," ungkapnya lagi.

Suparno mengatakan Paguyuban Sekar Pangkur sudah pernah tampil di TVRI, diundang Pemkab Bantul mengisi sebuah acara kesenian, hingga melayani warga masyarakat yang memiliki hajat seperti midodareni atau pengajian yang diawali dengan pentas hadroh.

"Nah selama kita melayani permintaan masyarakat sama sekali tidak ditarik biaya alias gratis. Hanya pihak yang punya hajat mengambil alat musik ke lokasi hajatan ditambah paling menyediakan rokok, makan dan minum. Dah itu aja," ucapnya.

Baca Juga: Bayu Permadi, Pionir Batik Motif Kontemporer di Kulon Progo

3. Tak pernah minta bayaran saat pentas seni‎

10 Tahun Manggung, Sekar Pangkur Bantul Tak Minta Bayaran‎Paguyuban Sekar Pangkur saat pentas dengan kesenian klasik.(IDN Times/Daruwaskita)

Karena sama sekali tidak ada biaya alias gratis ketika pentas, selama 10 tahun Paguyuban Sekar Pangkur pun tidak memiliki kas.

"Nah tahun ini kita dapat bantuan sosial dari Kemensos melalui Dinsos DIY senilai Rp50 juta namun bantuan berupa uang akan digunakan untuk membeli peralatan (gamelan), pakaian untuk pentas serta dibelikan bibit ikan gurami dengan dan kolam terpalnya," katanya.

"Kenapa kok dibelikan bibit ikan gurami? Harapannya ketika nanti panen uangnya bisa digunakan oleh Paguyuban Sekar Pangkur untuk operasional dan meningkatkan ekonomi anggota paguyuban," ucapnya lagi.

4. Paguyuban Sekar Pangkur jadi benteng seni dan kebudayaan Yogyakarta‎

10 Tahun Manggung, Sekar Pangkur Bantul Tak Minta Bayaran‎Paguyuban Sekar Pangkur budidaya ikan gurami untuk peningkatan ekonomi anggota.(IDN Times/Daruwaskita)

Sementara Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial DIY, Sigit Alifianto, mengatakan pada awal tahun yang lalu mengajukan bantuan sosial untuk menguatkan kearifan lokal. Ini merupakan salah satu program dari salah satu direktorat Kemensos RI untuk melestarikan nilai-nilai budaya, mencegah konflik sosial, dan pencegahan radikalisme.

"Bansos tersebut setiap tahun ada dan Dinsos DIY selalu mengakses bantuan tersebut dan cukup banyak paguyuban seni yang mengajukan bantuan ke Kemensos melalui Dinsos di Kabupaten/Kota kemudian direkomendasikan Dinsos DIY ke Kemensos," katanya.

Menurutnya, bantuan sosial senilai Rp50 juta diberikan untuk pengembangan dan penguatan seni budaya seperti pembelian alat kesenian, penguatan kewirausahaan, hingga paketan untuk administrasi.

"Harapan kita dengan bansos ini para pelaku seni dapat melestarikan budaya, jadi benteng kebudayaan terutama pada generasi muda agar punya kegiatan positif untuk melestarikan kebudayaan Yogyakarta," imbuhnya.

Lebih jauh Sigit mengatakan pada tahun 2022 ini ada sembilan paguyuban kesenian yang diusulkan untuk mendapatkan bantuan sosial dari Kemensos dan masih ada waktu tiga ini paguyuban seni di DIY untuk mengajukan proposal bansos terutama paguyuban kesenian yang berada di wilayah potensi konflik seperti wilayah yang dibangun JJLS.

"Harapannya budaya-budaya yang ada di daerah tersebut tidak pudar dengan adanya perkembangan infrastruktur yang ada di daerah tersebut," pungkasnya.‎

Baca Juga: Medarrie Works, Pembuat Miniatur Kereta Api dari Hobi Jadi Uang   

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya