Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul 

Selain itu adanya mitos tentang pulung gantung dan‎ gelu

Gunungkidul, IDN Times - ‎Angka kasus bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul selama masa pandemik dari tahun 2020 hingga bulan Oktober 2021 mengalami peningkatan.

Data dari Polres Gunungkidul selama tahun 2020 kejadian bunuh mencapai 29 kasus, yaitu kejadian gantung diri sebanyak 26 dan menenggak racun tiga kasus.

Sedangkan kasus bunuh diri pada tahun 2021 hingga awal bulan Oktober 2021 tercatat sebanyak 37 kasus. Kejadian gantung diri sebanyak 36 kasus serta menenggak racun satu kasus.

 

1. Tahun 2021 lebih tinggi dibanding awal masa pandemik

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Kasubbag Humas Polres Gunungkidul, Iptu Suryanto, S.Pd mengatakan saat awal pandemik yakni tahun 2020 jumlah kasus bunuh diri diakuinya tak setinggi tahun 2021, Diduga kuat hal ini disebabkan warga lebih fokus pada penyebaran COVID-19.

"Ini fenomena yang tidak biasa karena setelah kasus COVID-19 melandai meski sempat tinggi pada bulan Juli 2021. Sedangkan saat masyarakat sedang fokus menangani COVID-19 justru angka bunuh dirinya lebih rendah," ungkapnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (7/10/2021).

Baca Juga: Unik, 5 Fakta Kampung Pitu di Nglanggeran Gunungkidul

2. Sebagian besar kasus bunuh diri dilakukan oleh lansia‎

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Pixabay/truthseeker08

Menurutnya, dari sejumlah kasus bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul yang terjadi di tahun 2020 dan 2021, sebagian besar korbannya adalah lansia yang memiliki penyakit menahun dan tak kunjung sembuh sehingga nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.

"Memang ada kasus tertentu bunuh diri yang korbannya masih usia muda dan hal ini diduga kuat karena putus cinta," ujarnya.

Iptu Suryanto mengatakan dugaan belum jelas kapan berakhirnya pendemik berakhir dan belum pulihnya perekonomian yang menyebabkan masyarakat terpuruk, diduga kuat sebagai salah satu  penyebab meningkatnya kasus bunuh diri di tahun 2021 ini.

"Namun itu baru sebatas dugaan karena butuh penelitian lebih lanjut," terangnya.

Namun dari beberapa kasus bunuh diri pada lansia, sebagian besar terungkap penyebab bunuh diri adalah mempunyai penyakit tak kunjung sembuh. 

"Saya kira faktor mental yang frustrasi, tak mau merepotkan orang lain termasuk juga masalah ekonomi punya korelasi penyebab kasus bunuh diri di Gunungkidul," ujarnya.

3. Polres Gunungkidul bentuk Satgas Anti Bunuh Diri

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Kasubbag Humas Polres Gunungkidul, Iptu Suryanto. IDN Times/Daruwaskita

Pihaknya sudah menempatkan anggota pada Satgas Anti Bunuh Diri, namun kasus bunuh diri tetap tinggi dibandingkan kabupaten kota lainnya di Yogyakarta.

"Kita terus melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda bahkan pada lansia untuk menekan angka bunuh diri. Namun itu juga tidak mudah meski sudah berusaha sekuatnya," ungkapnya.

3. Mitos pulung gantung dan gelu

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Ilustrasi Bunuh Diri (IDN Times/Arief Rahmat)

Adanya mitos pulung gantung dan belakangan ini muncul mitos gelu yang masih ada di pikiran masyarakat Kabupaten Gunungkidul diduga kuat juga menjadi faktor penyebab kasus bunuh diri dengan cara gantung diri masih dominan terjadi di Gunungkidul.

"Namun mitos pulung gantung dan gelu sedikit demi sedikit kita hilangkan dari pikiran masyarakat Gunungkidul dengan berbagai kegiatan sosialisasi," terang Suryanto.

Pegiat pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental yang tergabung dalam Inti Mata Jiwa (Imaji), Daksinarga, menerangkan mitos pulung gantung dijabarkan sebagai pijaran bola api terbang ke rumah orang yang bunuh diri, Pijaran bola api diartikan sebagai wahyu. Orang yang disebut-sebut melihatnya melakukan bunuh diri dengan gantung diri.

Sedangkan gelu adalah bulatan tanah yang dipercaya ada di bawah lokasi gantung diri. Jumlahnya biasanya tiga yang kemudian dipakai sebagai penyangga jenazah saat dikuburkan.

“Tapi sampai sekarang belum ada yang bisa membuktikan wujud visual pulung gantung, meski setelahnya selalu diikuti dengan pencarian gelu di bawah lokasi gantung diri,” ujar Daksinarga yang akrab dipanggil Pak Wage ini.

 

4. Imaji adakan program temani lansia yang hidup sendiri

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Daksinarga, penggiat dan pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental, Inti Mata Jiwa (Imaji). IDN Times/Daruwaskita

Daksinarga memaparkan persentase bunuh diri akibat tekanan ekonomi justru lebih kecil dibanding dengan masalah kejiwaan akibat penyakit yang menahun tak kunjung sembuh. Hal ini yang mengakibatkan penderita nekat bunuh diri. 

"Jadi kalau dilihat karena pandemik kemudian masyarakat jatuh miskin kemudian bunuh diri karena terbelit utang atau yang lainnya tak dominan sebagai penyebab bunuh diri. Jumlahnya lebih kecil hanya lima persen," katanya. 

Pihaknya berupaya untuk menekan angka bunuh diri terutama pada lansia yang hidup sendirian, dan mempunyai penyakit hingga para penyintas bunuh diri.

"Yang kita temui banyak kasus bunuh diri itu karena tiga faktor itu sehingga para lansia yang hidup sendirian, punya penyakit menahun butuh pendampingan, harus sering diajak bicara (diorangkan) termasuk penyintas juga sangat berpotensi melakukan perbuatannya kembali," terangnya.‎

5. Mari bersama cegah perilaku bunuh diri

Lansia Sakit dan Kesepian Dominasi Kasus Bunuh Diri di Gunungkidul Ilustrasi Hotline. (IDN Times/Aditya Pratama)

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan jiwa serius yang sering diabaikan masyarakat. Jika kamu membutuhkan pertolongan atau mengenal seseorang yang membutuhkan bantuan, kamu bisa menghubungi layanan konseling pencegahan bunuh diri, di nomor telepon gawat darurat (emergency) hotline (021) 500–454 atau 119, bebas pulsa.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, saat ini sudah terdapat lebih dari 3.000 Puskesmas yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Kamu bisa menghubungi atau langsung mendatangi Puskesmas terdekat untuk mengetahui apakah mereka melayani kesehatan jiwa.

Bagi pemegang BPJS, konsultasi kejiwaan di Puskesmas tidak dikenakan biaya alias gratis. Jika belum memiliki BPJS, kamu tetap bisa berkonsultasi dengan biaya administrasi sebesar Rp5.000.

Selain itu, Kemenkes RI juga menyiapkan 5 RS jiwa rujukan yang dilengkapi dengan layanan konseling kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri. RS jiwa tersebut ialah:

RSJ Amino Gondohutomo Semarang, nomor telepon (024) 6722565
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor, nomor telepon (0251) 8324024, 8324025, 8320467
RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta, nomor telepon (021) 5682841
RSJ Prof Dr Soerojo Magelang, nomor telepon (0293) 363601
RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang, nomor telepon (0341) 423444

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya